Cerpen Hakikat Yang Terbuang
Entahlah….,yang niscaya dikala ini ia benar-benar tidak sama dengan sahabat akrab ku yang dulu. Cantik, lincah, lugu, dan selalu tersenyum penuh semangat, berakal yang selalu dibuktikannya dengan juara kelas, anakdidik pola dikala kita masih sekolah dulu, tapi yang ada dihadapan ku… seorang sahabat akrab yang diam membisu, sesekali terdengar hela nafasnya yang teramat berat seolah ada yang menjepit hidungnya. Bak bunga yang layu…,lemah tanpa tenaga. Tiada lagi sahabat akrab ku yang dulu….yang selalu menceritakan ihwal cinta..,kasih akung, dan perdamaian. Tiada lagi canda dan tawa di wajah lembutnya, tiada lagi pemdiberi semangat dengan tingkah lakunya yang mencerminkan ksatria perempuan ibarat Mieda seorang satria perempuan dari Urbides, Yunani dikala dulu saya dan sahabat akrab ku tertimpa duduk kasus bedanya sahabat akrab ku bukanlah seorang pahlawan.
Tapi itu dulu….teman akrab ku kini seorang perempuan yang lemah, penjual anak terfakir!!!
Mungkin kata-kata itukasar tapi memang pantas ku lontarkan untuknya. Aku sangat membencinya…dia tak pantas jadi sahabat akrab ku.
Namun kata-kata itu berubah jadi tangis yang tak sanggup ku bendung untuknya……
Aku masih akung dengan sahabat dekatku, yang ku sesalkan mengapa ia tak sanggup melawan cintanya pada laki-laki itu. Pria yang sudah menghamilinya dengan kedok cinta mati. Apanya yang cinta mati!!!
Disuruh bertanggungjawaban malah tidak mengakui buah benihnya bersama sahabat dekatku. Jelas mereka sama-sama salah tapi mengapa sahabat dekatku sendiri yang harus menanggung tiruana beban dosa ini.
Mungkin benar apa yang tetap diimani Aristoteles “wanita ialah balutan kosong kehidupan”.
Hanya dengan sebuah kata-kata manis sanggup menghabisi masa hidupnya dalam kubangan penyesalan, bahkan dalam pulas penghabisan-pun dosa dan derita kan selalu merajainya dalam hitamnya tangis dan tawa. Bahkan mati takkan pernah menjemputnya dalam waktu akrab sebab mati bukanlah pilihan ibarat sahabat akrab ku...
Yang paling buatku kecewa, sahabat dekatku ternyata sudah hilang nalar sehingga anak yang dilahirkannya begitu saja dijual oleh keluarganya atas persetujuan sahabat dekatku. Entah apa yang terjadi dengannya mungkin ia benar-benar sudah gila!! Mungkin tepatnya insan tanpa akal, tanpa naluri dan tanpa perikemanusiaan. Anak ialah buah cinta, anugerah yang terindah dari sang pencipta, namun bagi sahabat dekatku anak ialah racun kehidupan, hadiah terpahit.
Betapa sahabat dekatku sudah benar-benar edan. Anak yang dikandungnya sembilan bulan sembilan hari ternyata terjual dengan harga Rp100.000,-.
Tapi rasanya kata terjual belum pantas tapi ter-obral dengan harga yang sangat-sangat murah. Jelas saja harga anaknya sama dengan harga seujung binatang!!!.
“Anak itu bukan kami jual, tapi sebagai ganti rugi dikala kehamilan yang jauh lebih mahal dengan harga Rp 100.000,- ungkap salah satu orang bau tanah sahabat akrab ku tanpa ada rasa iba. Makara jika begitu apa beda anak yang dilahirkan itu dengan benalu, spesialuntuk numpang dan perusak saja, bedanya anak itu sanggup menghasilkan uang.
Sahabat ku…maafkan saya mungkin dikala ini kamu emang layak untuk ku sebut produsen penghasil anak atau mungkin ada masukan lain membuat perseroan terbatas dibidang pembuatan dan penjualan anak. Mengolah, kemudian jadi dan kesudahannya dijual. Bedanya belum menerima izin dari dinas perindustrian dan perdagangan anak..Uch…dunia emang sudah edan. Tapi saya tahu sahabat akrab ku memang depresi berat atas tragedi itu. Bahkan sahabat dekatku masuk dalam hitungan 9 % dari perempuan depresi sedunia jawaban gagal dalam hidup, depresi itulah julukan sebagai penyakit di kala teknologi ini.
Sahabat ku spesialuntuk satu dari perempuan yang termembuang dalam cinta dan masa depan sebab masih banyak wanita-wanita lain yang jauh lebih tepat kehancurannya, mungkin aku, mungkin juga kalian.[Oleh: Agustina/ Mimbar Untan]
Sumber http://irwansahaja.blogspot.co.id