Betang, Hasil Arsitek Kala Lampau
![]() |
DENI (tengah, baju putih), ketika bersama rekan KKN dan beberapa Turis. |
SUKU DAYAK, semenjak lahirnya ialah suku yang paling menghargai apa yang terdapat di sekelilingnya tidak spesialuntuk kekerabatan dengan alam namun antar sesama manusia. Hidup berdampingan dengan alam membuat merekalah yang paling mengerti bagaimana manjaga hutan ketika ini. Seperti halnya suku dayak yang masih banyak hidup berdampingan dengan alam. Mereka memperlakukan alam dengan sangat bijak selain itu juga masih menjaga dan melestarikan rasa kebersamaan, gotong royong dan, adat-istiadat.
Deni, salah satu mahasiswa FKIP Untan Prodi Bahasa Inggris semester sepuluh ini, menyebarkan pengalamannya ketika melakukan kuliah kerja faktual (KKN) rutinitas tahunan mahasiswa yang dilaksanakan kurang lebih selama dua ahad pada awal Febuari 2012 lalu, di Desa Saham Kec. Sengah Temila, Kabupaten Landak. Ia sempat tinggal di sebuah rumah panjang yang kita kenal sebagai Rumah Bentang.
Rumah Betang ialah sebuah peninggalan sejarah massa kemudian dan masih terus dilestarikan dan dipertahankan oleh masyarakat Dayak hingga kini. Sebuah peninggalan sejarah masa kemudian yang menceritakan secara tersirat kehidupan suku Dayak yang keras dan panjang di masa lampau dalam hidup berdampingan dengan alam. Rumah Betang yang sudah berdiri semenjak ratusan tahun kemudian tersebut menunjukan suku Dayak bukanlah suku yang kurang bakir secara kebudayaan. Rumah Betang tidak akan berdiri jikalau suku Dayak tidak bisa menyimpulkan apa yang diajarkan alam kepada mereka wacana bagaimana selamat dari ancaman yang mengancam di alam ibarat hewan buas dan lain-lain. Hasil dari cita, rasa dan karsa diolahmenjadi sebuah pengetahuan yang rasional wacana hidup berdampingan dengan alam, secara bersama dan kolektif.
“Pengetahuan wacana bagaimana memperlakukan alam, bagaimana hidup berdampingan dengan alam, apa yang akan terjadi jikalau alam dirusak terus diajarkan kepada generasi penerus mereka. Memahami bahwa sebuah bahan di dunia ini niscaya akan berkembang kearah yang lebih baik dari sebelumnya”, tutur Deni menegaskan.
Rumah Betang yang berdiri 1 hingga 2 meter diatas tanah dan mempunyai panjang hingga ratusan
meter tersebut harus matang dalam perencanaannya. Jika pondasi rumah tersebut ringkih maka puluhan keluarga akan terancam nyawanya. Sesungguhnya dengan melihat hal tersebut, suku Dayak sudah melahirkan seorang arsitektur yang jago pada massa lampau. Mereka bisa menuangkan hasil pemikiran
yang gemilang tersebut dalam bentuk sebuah karya yang sangat megah dan bersejarah. Walaupun ketika itu belum ada tekhnologi dalam proses perencanaannya, namun bangunan tersebut bisa kokoh hingga ratusan tahun lamanya dan bisa menahan orang puluhan keluarga yang tinggal didalamnya.
"Seperti lahirnya Candi Borobudur dan Candi Prambanan yang mempunyai gaya arsitektur yang jago dan unik. Rumah betang juga mempunyai gaya arsitektur yang jago dimasanya “, tambah Deni dengan kagumnya mengenang perjalanan KKN selama 2 ahad di Saham.
Pembangunan rumah betang bukanlah sesuatu hal yang gampang. melaluiataubersamaini tinggi dan panjangnya rumah betang tersebut, perlu sebuah kerjasama untuk merancang, membuat hingga penyelesaian final pembangunan rumah tersebut.
Salah satunya rumah betang yang terdapat di Desa Saham, Kecamatan Sengah Temila, Kabupaten Landak. Rumah panjang atau betang ini, mempunyai panjang ±180 meter dihuni sekitar 36 kepala keluarga, mereka saling menjaga satu sama lainnya. Budaya kolektif yang dimiliki oleh suku Dayak ialah budaya yang maju dan mempunyai arti historis. melaluiataubersamaini budaya kolektif yang dimilikinya suku Dayak bisa menaklukkan alam yang ganas secara bersama-sama.
"Namun akung, banyaknya investasi di sektor perkebunan, perkayuan dan pertambangan sudah memicu kerusakan alam. Hal tersebut secara eksklusif sudah membawa imbas yang sangat faktual di kehidupan bagi insan terutama suku Dayak “,tegas Deni menjelasakan kepada Tim Jalur .
Institute Dayakologi menemukan jumlah rumah betang di penjuru Kalimantan Barat sekarang tak lebih dari 27 buah jumlah ini sudah berkurang pesat yang dulunya berjumlah ribuan rumah betang. Kini kita sebagai generasi muda terutama Suku Dayak wajib melestarikan apa yang sudah di wariskan nenek moyang kepada kita sebagai generasi penerus dan tetap mempertahankan serta mengembangkannya.
"Sebagai generasi muda saya gembira akan sejarah perjalanan panjang suku dayak dengan menghasilkan maha karya rumah betang. Arsitektur yang sangat menawan, indah dan kokoh", sela Deni berdecak kagum. (why/ Jalur Borneo)*
Sumber http://irwansahaja.blogspot.co.id