Musyarakah Dalam Syariah
a. Pengertian Musyarakah
Istilah lain dari musyarakah yakni syirkah atau syarikah yang berarti serikat atau kongsi. Menurut Muhammad Syafi’i Antonio dalam bukunya “Bank Syariah Dari Teori Ke Praktek” (Antonio: 2001, 90).Musyarakah yakni janji kolaborasi antara dua pihak atau lebih untuk suatu perjuangan tertentu dimana masing-masing pihak mempersembahkan bantuan dana (atau amal/expertise) dengan kesepakatan bahwa keuntungan dan risiko akan ditanggung bersama sesuai dengan kesepakatan.
Selain itu, definisi musyarakah berdasarkan PSAK Tahun 2007 No.106 paragraf 4 yakni sebagai diberikut:
Musyarakah yakni janji kolaborasi antara dua pihak atau lebih untuk suatu perjuangan tertentu, dimana masing-masing pihak mempersembahkan bantuan dana dengan ketentuan bahwa keuntungan dibagi berdasarkan kesepakatan sedangkan kerugian berdasarkan porsi bantuan dana. Dana tersebut mencakup kas atau asset nonkas yang diperkenankan oleh syariah.
b. Landasan Syariah
1) Al-Qur’anAda dua ayat Al-Qur’an yang mendukung musyarakah yaitu “… maka mereka berserikat pada segitiga…” (An-Nisaa’ : 12) dan “Dan, sesungguhnya kebanyakan dari orang-orang yang berserikat itu sebagian mereka berbuat zalim kepada sebagian yang lain kecuali orang yang diberiman dan mengerjakan amal saleh.” (Shaad: 24).
Kedua ayat diatas menawarkan perkenan dan legalisasi Allah SWT akan adanya perserikatan dalam kepemilikan harta. Hanya saja dalam surah an-Nisaa’: 12 perkongsian terjadi secara otomatis (jabr) lantaran waris, sedangkan dalam surat Shaad : 24 terjadi atas dasar janji (ikhtiyari).
2) Al-Hadist
Dari Abu Hurairah, Rasulullah SAW,bersabda, “Sesungguhnya Allah Azza wa Jalla berfirman, ‘Aku pihak ketiga dari dua orang yang berserikat selama salah satunya tidak mengkhianati lainnya.” (HR. Abu Daud no. 2936, dalam kitab al-Buyu, dan Hakim).
Hadist qudsi diatas menawarkan kecintaan Allah kepada hamba-hamba-Nya yang melaksanakan perkongsian selama saling menjunjung tinggi amanat kebersamaan dan menjauhi pengkhianatan.
3) Ijma
Ibnu Qudamah dalam kitabnya, al-Mughni, sudah berkata, “Kaum muslimin sudah berkonsensus terhadap legitimasi musyarakah secara global walaupun terdapat perbedaan pendapat dalam beberapa elemen darinya.”
c. Jenis-Jenis Musyarakah
Musyarakah ada dua jenis yaitu musyarakah pemilikan dan musyarakah janji (kontrak). Musyarakah pemilikan tercipta lantaran warisan, wasiat, atau kondisi lainnya yang mengakibatkan pemilikan satu aset oleh dua orang atau lebih. Dalam musyarakah ini, kepemilikan dua orang atau lebih menyebarkan dalam sebuah aset faktual dan menyebarkan pula dari keuntungan yang dihasilkan aset tersebut.Musyarakah janji (kontrak) tercipta dengan cara kesepakatan dimana dua orang atau lebih oke bahwa tiap orang dari mereka mempersembahkan modal musyarakah. Dan mereka pun sepakat menyebarkan keuntungan dan kerugian.
Musyarakah janji terbagi menjadi dalam 4 jenis yaitu :
1) Syirkah al-‘inan
Syirkah al-inan yakni kontrak antara dua orang atau lebih. Setiap pihak mempersembahkan suatu porsi dari keseluruhan dana dan berpartisipasi dalam kerja. (Antonio : 2001, 92).
Kedua pihak saling menyebarkan dalam keuntungan dan kerugian sebagaimana yang sudah disahkan diantara mereka. Akan tetapi, porsi masing-masing pihak, baik dalam dana maupun kerja atau bagi hasil, tidak harus sama dan identik sesuai dengan kesepakatan mereka. Mayoritas ulama membolehkan musyarakah ini.
2) Syirkah Mufawadhah
Syirkah mufawadhah yakni kontrak kolaborasi antara dua orang atau lebih. Setiap pihak mempersembahkan suatu porsi dari keseluruhan dana dan berpartisipasi dalam kerja. Setiap pihak membagi keuntungan dan kerugian secara sama. (Antonio : 2001, 92)
melaluiataubersamaini demikian, syarat utama dari jenis al-musyrakah ini yakni kesamaan dana yang didiberikan, kerja, tanggung jawaban, dan beban utang dibagi oleh masing-masing pihak.
3) Syirkah A’maal
Al-musyarakah ini yakni kontrak kolaborasi dua orang seprofesi untuk mendapatkan pekerjaan secara bersama dan menyebarkan keuntungan dari pekerjaan itu. (Antonio : 2001, 92)
misal sederhana dari jenis musyarakah ini yakni kolaborasi dua orang arsitek untuk menggarap sebuah proyek, atau kerjasama dua orang penjahit untuk mendapatkan order pembuatan seragam sebuah kantor.
4) Syirkah Wujud
Syirkah wujud yakni kontrak antara dua orang atau lebih yang mempunyai reputasi dan prestise baik serta mahir dalam bisnis. (Antonio : 2001, 93)
Dalam musyarakah ini mereka membeli barang secara kredit dari suatu perusahaan dan menjual barang tersebut secara tunai. Mereka menyebarkan dalam hal keuntungan dan kerugian berdasarkan jaminan kepada penyuplai yang disediakan oleh tiap mitra. Jenis musyarakah ini tidak memerlukan modal lantaran pembelian secara kredit berdasar pada jaminan tersebut. Karenanya, kontrak ini pun lazim disebut sebagai musyarakah piutang.
d. Prosedur Pembiayaan
Menurut Arifin (2002 : 238) terkena mekanisme pembiayaan sebagai diberikut :Prosedur pembiayaan yakni suatu citra sifat atau metode untuk melaksanakan acara pembiayaan. Setiap pejabat bank yang berafiliasi dengan pembiayaan harus menempuh mekanisme pembiayaan yang sehat, yang mencakup mekanisme persetujuan pembiayaan, mekanisme manajemen serta mekanisme pengawasan pembiayaan.
Persetujuan pembiayaan kepada setiap nasabah harus dilakukan melalui proses evaluasi yang obyektif terhadap banyak sekali aspek yang berafiliasi dengan obyek pembiayaan, sehingga mempersembahkan keyakinan kepada tiruana pihak yang terkait, bahwa nasabah sanggup memenuhi segala kewajiban sesuai dengan persyaratan dan jangka waktu yang disahkan.
Persetujuan pembiayaan spesialuntuk dilakukan oleh pejabat yang mempunyai wewenang untuk memutus pembiayaan. Keputusan pembiayaan harus didasarkan atas evaluasi terhadap seluruh pembiayaan yang sedang dan akan dinikmati pemohon secara bersamaan. Besarnya wewenang setiap pejabat pemutus atau pemdiberi persetujuan pembiayaan harus ditetapkan secara tertulis dalam surat keputusan direksi.
e. Syarat Administratif Pembiayaan
Sama halnya dengan perbankan konvensional, perbankan syariah memutuskan syarat-syarat umum untuk sebuah pembiayaan, menyerupai hal-hal diberikut :1. Surat seruan tertulis, dengan dilampiri usulan yang memuat (antara lain) citra umum usaha, rencana atau prospek usaha, rincian dan rencana penerapan dana, jumlah kebutuhan dana, dan jangka waktu penerapan dana.
2. Legalitas usaha, menyerupai identitas diri, sertifikat pendirian usaha, surat izin umum perusahaan, dan tanda daftar perusahaan.
3. Laporan keuangan, menyerupai neraca dan laporan rugi laba, data persediaaan terakhir, data penjualan, dan fotokopi rekening bank. (Antonio, 2001 : 171)
f. Aplikasi dalam Perbankan
1) Pembiayaan proyekAl-Musyarakah biasanya diaplikasikan untuk pembiayaan proyek dimana nasabah dan bank sama-sama menyediakan dana untuk membiayai proyek tersebut. Sesudah proyek itu selesai, nasabah mengembalikan dana tersebut bersama bagi hasil yang sudah disahkan untuk bank.
2) Modal Ventura
Pada forum keuangan khusus yang diperbolehkan melaksanakan investasi dalam kepemilikan perusahaan, al-musyarakah diterapkan dalam denah modal ventura. Penanaman modal dilakukan untuk jangka waktu tertentu dan sehabis itu bank melaksanakan divestasi atau menjual potongan sahamnya, baik secara singkat maupun bertahap.
g. Manfaat Al-Musyarakah
Terdapat beberapa manfaat dari musyarakah ini, yaitu :- Bank akan menikmati peningkatan dalam jumlah tertentu pada ketika keuntungan perjuangan nasabah meningkat.
- Bank tidak berkewajiban membayar dalam jumlah tertentu kepada nasabah pendanaan secara tetap, tetapi diubahsuaikan dengan pendapatan/hasil perjuangan bank, sehingga bank tidak akan pernah mengalami negative spread.
- Pengembalian pokok pembiayaan diubahsuaikan dengan cash flow/arus kas perjuangan nasabah, sehingga tidak memberatkan nasabah.
- Bank akan lebih selektif dan hati-hati (prudent) mencari perjuangan yang benar-benar halal, aman, dan menguntungkan. Hal ini lantaran keuntungan yang riil dan benar-benar terjadi itulah yang akan dibagikan.
- Prinsip bagi hasil dalam mudharabah/musyarakah ini tidak sama dengan prinsip bunga tetap di mana bank akan menagih peserta pembiayaan (nasabah) satu jumlah bunga tetap berapa pun keuntungan yang dihasilkan nasabah, bahkan sekalipun merugi dan terjadi krisis ekonomi. (Antonio : 2001, 93)
h. Risiko
Tingkat risiko pembiayaan bermasalah ialah risiko yang cukup besar yang dipikul oleh forum keuangan. Risiko ini timbul akhir dari tidak sanggup terpenuhinya kewajiban nasabah untuk membayar angsuran tunjangan ataupun besarnya bagi hasil yang disahkan oleh kedua belah pihak, pada waktu yang sudah disahkan antara pihak forum keuangan dengan nasabah.Risiko yang terdapat dalam musyarakah sama halnya dengan mudharabah, terutama pada penerapannya dalam pembiayaan, relatif tinggi, yaitu sebagai diberikut :
1. Side streaming; nasabah manggunakan dana itu bukan menyerupai yang disebut dalam kontrak.
2. Lalai dan kesalahan yang disengaja.
3. Penyembunyian keuntungan oleh nasabah, jikalau nasabahnya tidak jujur. (Antonio : 2001, 94).
Risiko Bank Syariah bergotong-royong lebih kecil dibanding bank konvensional. Bank Syariah tidak akan mengalami negative spread, lantaran dari dana yang dikucurkan untuk pembiayaan akan diperoleh pendapatan, bukan bunga menyerupai di bank biasa. Sementara untuk deposan, Bank Syariah tidak mempersembahkan bunga melainkan sistem bagi hasil.
Menurut Karim (2009 : 258), terdapat beberapa jenis risiko, diantaranya yaitu :
1. Risiko Pembiayaan, yang dimaksud dengan risiko pembiayaan yakni risiko yang disebabkan oleh adanya kegagalan (counterparty) dalam memenuhi kewajibannya. Dalam bank syariah, risiko pembiayaan mencakup beberapa aspek risiko terkait produk dan risiko terkait pembiayaan korporasi.
2. Risiko Pasar, yang dimaksud dengan risiko pasar (market risk) yakni risiko kerugian yang terjadi pada portofolio yang dimiliki oleh bank akhir adanya pergerakkan variable pasar (adverse movement) berupa suku bunga dan nilai tukar.
3. Risiko operasional (operasional risk) yakni risiko yang antara lain disebabkan oleh ketidakcukupan atau tidak berfungsinya proses internal, human error, kegagalan sistem atau adanya problem eksternal yang mempengaruhi operasional bank.
i. Prinsip-prinsip Akuntansi dalam Al-Qur’an
Akuntansi bergotong-royong ialah domain “muamalah”dalam kajian Islam. Artinya diserahkan kepada kemampuan nalar pikiran insan untuk mengembangkannya. Namun lantaran pentingnya permasalahan ini maka Allah SWT bahkan mempersembahkannya daerah dalam kitab suci Al-Qur’an, Surat Al-Baqarah ayat 282. Penempatan ayat ini juga unik dan relevan dengan sifat akuntansi itu. Ia ditempatkan dalam surat sapi betina sebagai lambang komoditi ekonomi. Ia ditempatkan dalam surat ke-2 yang sanggup dianalogkan dengan “double entry”, ditempatkan di ayat 282 yang menggambarkan angka keseimbangan atau Neraca.Ayat-ayat Al-Qur’an yang berkaitan dengan hisab, pada pada dasarnya yakni mengandung nilai yang sanggup diterapkan dalam pelaksanaan akuntansi syariah. Secara ringkas prinsip akuntansi Islam sanggup dirumuskan sebagai diberikut:
(a) Keadilan
(b) Kebenaran
(c) Pertanggungjawabanan
Berdasarkan tiga prinsip umum tersebut, didukung dengan bentuk-bentuk simpel hisab yang akan dikenakan Allah SWT kepada manusia, maka selanjutnya sanggup ditemukanprinsip-prinsip khusus dalam akuntansi Islam (syariah).
Adapun prinsip-prinsip akuntansi Syariah yakni sebagai diberikut :
a. Cepat pelaporannya.
b. Dibuat oleh ahlinya (akuntan)
c. Terang, jelas, tegas, dan informatif.
d. Memuat warta yang menyeluruh.
e. Informasi ditujukan kepada tiruana pihak yang terlibat secara horizontal maupun vertikal.
f. Terperinci dan teliti.
g. Tidak terjadi manipulasi.
h. Dilakukan secara continue (tidak lalai).
Dari prinsip-prinsip tersebut, maka aplikasi nash dalam kehidupan didunia khususnya dalam dunia bisnis yakni bahwa apa yang dilakukan atau apa yang diperbuat oleh seorang pengusaha harus melaksanakan perhitungan, pencatatan. Ketiruananya itu akan dipakai sebagai materi pertanggungjawabanan. Tujuannya untuk menjaga kebenaran dan keadilan.
Sumber http://irwansahaja.blogspot.co.id