Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Widget Atas Posting

Kurikulum Pembelajaran Bahasa


Bahasa dan Sastra Indonesia sebagai salah satu bidang studi terandal dalam satuan pembelajaran di lingkungan pendidikan yaitu termin yang penting dalam meningkatkan mutu dan kualitas output lulusan sekolah. Keberadaan pencapaian standar pembelajaran bahasa mustahil tercapai secara kompetitif tanpa adanya pengolahan kurikulum yang konkret. Pengolahan dan pengembangan kurikulum bahasa yang tidak terorganisir selayaknya mendapat perbaikan dan pembaruan untuk mendapat signifikasi pembelajaran yang terpadu. Pembaruan kurikulum berdasarkan S. Nasution (2005 : 268) diarahkan pada beberapa hal diberikut ini :

  1. Pembinaan kurikulum yang berdasarkan pandangan yang menyeluruh yang mencakup asas-asas kurikulum yang berserius pada anak, masyarakat, dan disiplin.
  2. Menyusun kurikulum yang diselidiki kebaikannya melalui eksperimen.
  3. Menyusun kurikulum yang memperhatikan tiruana anak, yang normal, maupun yang berbakat tinggi dan rendah, jadi yang memungkinkan setiap anak maju berdasarkan kecepatan masing-masing.
  4. Memperbaharui kurikulum secara integral dari SD – SM (Sekolah Menengah) hingga Perguruan Tinggi.
  5. Menyusun kurikulum yang lebih mengutamakan inquiry approach daripada  hafalan dan penguasaan sejumlah pengetahuan.
  6. Menyusun kurikulum yang menggairahkan anak untuk belajar.
  7. Menyusun kurikulum yang tidak membagi-bagi sekolah dalam kelas-kelas, akan tetapi menghilangkan batas-batas antara kelas.
  8. Menyusun kurikulum yang tidak terikat pada kegiatan pelajaran yang ketat, akan tetapi lebih mendorong anakdidik-anakdidik untuk berguru sendiri berdasarkan tugas-tugas.
  9. Menyusun kurikulum yang mengubah peranan guru dari pengajar selama jam sekolah menjadi pembimbing dalam proses belajar, peneliti, perencana, dan pengembang kurikulum.
 Kurikulum bahasa dan sastra Indonesia dalam pembelajaran cakupannya cukup luas dan menyerupai biasa diajarkan guru bidang studi bahasa di sekolah-sekolah secara umum. Namun secara teori ruang lingkup kurikulum bahasa yang perlu dikembangkan terbagi pada beberapa komponen pokok sebagai diberikut  :
  1. Kesusastraan: Komponen kesusastraan yaitu unit pokok bahasan yang secara realita kurang berkembang pada pembelajaran di Indonesia. Hal ini dilatarbelakangi cukup mudanya usia bahasa Indonesia yang gres dikembangkan setelah kemerdekaan. Berdasarkan pendapat beberapa sastrawan menyerupai WS Rendra membuktikan bahwa sastra Indonesia cukup jelimet sehingga identitas sastra bahasa Indonesia kurang muncul dan perlu digali dari beberapa rangkaian sopan santun suku bangsa yang berguaka ragam. Sastra yang cocok dikembangkan pada kurikulum selayaknya menempatkan sastra budaya kawasan dalam corak bahasa Indonesia. Juga  sastra Indonesia menempatkan filosofis beberapa budaya daerah, menyerupai jenis pantun yang berasal dari sumatera (melayu), betawi, sunda, dan kawasan lainnya. Termasuk salah satunya mengangkat puisi kawasan menjadi puisi nasional ataupun mengangkat beberapa kisah rakyat yang dikemas secara Indonesiawi.
  1. Percakapan : Kurikulum yang bekerjasama dengan percakapan jarang ditemukan muncul sebagai kurikulum khusus di lingkungan pendidikan umum. Namun secara realita pelaksanaan timbul pada beberapa kegiatan seni menyerupai Drama, bermain kiprah (acting), sandiwara, seni panggung dan theater. Sehingga kelangkaan kurikulum khusus yang terorganisir membuat pokok bahasan percakapan sebagai salah satu kegiatan kurikulum bahasa yang berlangsung tanpa ujung. Pada bahasan ini guru spesialuntuk bersikap asal bisa dan bisa kemudian mengevaluasinya sebagai nilai ekstrakurikuler anak didik. Kemampuan yang sanggup dikembangkan pada kurikulum komponen percakapan untuk anak didik sanggup menawarkan beberapa kemampuan sebagai diberikut :
a.    Kemampuan Profesi, menyerupai menjadi guru/dosen, aktor/aktris, narator, pembawa kegiatan (MC), presenter, promotor (sale promotion) dan profesi lainnya.
b.    Kemampuan Legitimasi, bekerjasama dengan jabatan dan aturan pemerintahan, menyerupai hakim, jaksa, mahir pidato/juru bicara, penyuluhan lapangan, tutor dan hal lainnya.
c.      Kemampuan Politisi, percakapan bekerjasama dengan  kemampuan internal (personal) seseorang yang bekerjasama dengan sosial politik seperti, juru runding, juru kampanye, lobbying presedium, aktifitas wakil rakyat (dewan) dan aktifitas lainnya yang senantiasa bekerjasama dengan kemampuan berbicara.
d.      Kemampuan Status, pengembangan kemampuan percakapan secara komplek sanggup diberinteraksi dalam segala lapisan masyarakat, dalam hal ini pergaulan secara formal, informal dan non formal. Seseorang yang menguasai kemampuan ini sanggup megampangkan kanal korelasi dengan sesama manusia, berdialog dengan masyarakat, lembaga diskusi, berperan di LSM, keorganisasian dan hal lainnya sehingga menjadikan suatu pengukuhan di lapisan masyarakat.

  1. MembacaKemampuan membaca dalam pembelajaran diarahkan pada kemampuan yang bersifat kognitif. Hal ini menyangkut penambahan wawasan dan ilmu pengetahuan anak didik. Pada pengembangan kurikulum samasukan tertuju pada peningkatan minat, gairah, disiplin dan kreatifitas membaca. Seorang anak didik berdasarkan frekuensi membacanya pada perkembangan anak senantiasa berkembang secara mengkerucut dan tertuju pada satu bidang spesifik yang disukainya. Hal inilah yang yaitu efek munculnya spesifikasi kemampuan bidang secara profesional pada diri anak seiring dengan penjurusan bidang studi di sekolah. Adapun ruang lingkup yang dikembangkan pada kurikulum pokok bahasan membaca mencakup kecepatan membaca, ketepatan, pengertian, esensi (isi), pokok fikiran, penambahan kosakata, dan pemahaman konsep guna meningkatkan intelektual terhadap wawasan ilmu pengetahuan (sciences).
  1. Ejaan : Kurikulum yang dikembangkan pada komponen ejaan menyangkut kesepadanan penerapan kalimat dalam bahasa Indonesia secara umum. Hal ini menyangkut fungsi rangkaian kata, perbendaharaan kata, struktur bahasa, gaya bahasa yang terkenal dengan Ejaan Yang Disempurakan (EYD). Pemahaman anak lebih lanjut diarahkan pada kemampuan secara kasatmata yang nampak pada kiprah pekerjaan rumah menyerupai membuat karya tulis, makalah, artikel, menulis diberita dan kiprah lainnya.
  1. Mengarang : Pokok bahasan mengarang pada pengembangan kurikulum diarahkan pada upaya peningkatan kemampuan anak dalam menuangkan emosional atau inspirasi dengan merangkai kalimat menjadi susunan paragraf yang terstruktur menjadi sebuah tulisan. Implikasi penerapan bahasan ini biasa dikembangkan pada tes mengarang menyerupai membuat ceritera anak, cerpen, guakdot, gubahan sajak dan puisi dan hal lainnya.
  1. Tata Bahasa : Asimilasi bahasa sebagai efek transformasi bahasa gila dan lokal seiring perubahan budaya, cenderung menggeser penataan bahasa Indonesia yang baik dan benar. Munculnya ragam kata gres yang muncul dari bahasa gila ataupun lokal yang ekspresi dominan menjadikan polemik bahasa. Sehingga seringkali penerapan kata/istilah gila tidak sesuai dengan gramer yang tepat. Maka pada sisi kurikulum bahasa dituntut pembelajaran terpadu bagi guru untuk membuktikan asimilasi istilah-istilah terbaru dengan gramer yang sempurna terhadap anak didik. Kemampuan anak dalam pembelajaran diarahkan lebih luas pada peningkatan pemahaman konsep yang mencakup ; makna, arti, penempatan kata dan hal lainnya yang sesuai mekanisme bahasa  seperti dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia. 

Sumber http://irwansahaja.blogspot.co.id