Iman Dan Implikasinya Dalam Kehidupan
A. Pengertian Iman
Kebanyakan orang menyatakan bahwa kata iman berasal dari kata kerja amina-yu’manu-amanan yang berarti percaya. Oleh lantaran itu, iman yang berarti percaya menunjuk sikap batin yang terletak dalam hati. Akibatnya, orang yang percaya kepada Allah dan selainnya menyerupai yang ada dalam rukun iman, walaupun dalam sikap kesehariannya tidak mencerminkan ketaatan dan kepatuhan (taqwa) kepada yang sudah dipercayainya, masih disebut orang yang diberiman. Hal itu disebabkan lantaran adanya keyakinan mereka bahwa yang tahu wacana urusan hati insan yaitu Allah dan dengan membaca dua kalimah syahadat sudah menjadi Islam.
Dalam surah al-Baqarah ayat 165 dikatakan bahwa orang yang diberiman yaitu orang yang amat sangat cinta kepada Allah (asyaddu hubban lillah). Oleh lantaran itu diberiman kepada Allah berarti amat sangat rindu terhadap aliran Allah, yaitu Al-Quran berdasarkan Sunnah Rasul. Hal itu lantaran apa yang dikehendaki Allah, menjadi kehendak orang yang diberiman, sehingga sanggup mengakibatkan tekad untuk mengorbankan segalanya dan kalau perlu mempertaruhkan nyawa.
Dalam hadits diriwayatkan Ibnu Majah Atthabrani, iman didefinisikan dengan keyakinan dalam hati, diikrarkan dengan lisan, dan diwujudkan dengan amal perbuatan (Al-Immaanu ‘aqdun bil qalbi waigraarun billisaani wa’amalun bil arkaan). melaluiataubersamaini demikian, iman ialah kesatuan atau keselarasan antara hati, ucapan, dan laris perbuatan, serta sanggup juga dikatakan sebagai pandangan dan sikap hidup atau gaya hidup.
Istilah iman dalam al-Qur’an selalu dirangkaikan dengan kata lain yang mempersembahkan corak dan warna wacana sesuatu yang diimani, menyerupai dalam surat an-Nisa’:51

Apakah engkau tidak memperhatikan orang-orang yang didiberi bahagian dari Al kitab? Mereka percaya kepada jibt dan thaghut, dan menyampaikan kepada orang-orang Kafir (musyrik Mekah), bahwa mereka itu lebih benar jalannya dari orang-orang yang diberiman.
yang dikaitkan dengan jibti (kebatinan/idealisme) dan thaghut (realita/naturalisme). Sedangkan dalam surat al-Ankabut: 52

Katakanlah: "Cukuplah Allah menjadi saksi antaraku dan antaramu. Dia mengetahui apa yang di langit dan di bumi. Dan orang-orang yang percaya kepada yang batil dan ingkar kepada Allah, mereka itulah orang-orang yang merugi
dikaitkan dengan kata bathil, yaitu walladziina aamanuu bil baathili. Bhatil berarti tidak benar berdasarkan Allah. Dalam surat lain iman dirangkaikan dengan kata kaafir atau dengan kata Allah. Sementara dalam al-Baqarah: 4,

dan mereka yang diberiman kepada Kitab (Al Quran) yang sudah diturunkan kepadamu dan Kitab-kitab yang sudah diturunkan sebelummu, serta mereka yakin akan adanya (kehidupan) akhirat
iman dirangkaikan dengan kata aliran yang diturunkan Allah (yu’minuuna bimaa unzila ilaika wamaa unzila min qablika).
Kata iman yang tidak dirangkaikan dengan kata lain dalam al-Qur’an, mengandung arti positif. melaluiataubersamaini demikian, kata iman yang tidak dikaitkan dengan kata Allah atau dengan ajarannya, dikatakan sebagai iman haq. Sedangkan yang dikaitkan dengan selainnya, disebut iman bathil.
B. Wujud Iman
Akidah Islam dalam al-Qur’an disebut iman. Iman bukan spesialuntuk berarti percaya, melainkan keyakinan yang mendorong seorang muslim untuk berbuat. Oleh lantaran itu lapangan iman sangat luas, bahkan mencakup beberapa aspek segala sesuatu yang dilakukan seorang muslim yang disebut amal saleh.
Seseorang ditetapkan iman bukan spesialuntuk percaya terhadap sesuatu, melainkan kepercayaan itu mendorongnya untuk mengucapkan dan melaksanakan sesuatu sesuai dengan keyakinan. Karena itu iman bukan spesialuntuk dipercayai atau diucapkan, melainkan menyatu secara utuh dalam diri seseorang yang dibuktikan dalam perbuatannya.
Akidah Islam yaitu belahan yang paling pokok dalam agama Islam. Ia ialah keyakinan yang menjadi dasar dari segala sesuatu tindakan atau amal. Seseorang dipandang sebagai muslim atau bukan muslim tergantung pada akidahnya. Apabila ia berakidah Islam, maka segala sesuatu yang dilakukannya akan bernilai sebagai amaliah seorang muslim atau amal saleh. Apabila tidak beraqidah, maka segala amalnya tidak mempunyai arti apa-apa, kendatipun perbuatan yang dilakukan bernilai dalam telinga manusia.
Akidah Islam atau iman mengikat seorang muslim, sehingga ia terikat dengan segala aturan aturan yang hadir dari Islam. Oleh lantaran itu menjadi seorang muslim berarti meyakini dan melaksanakan segala sesuatu yang diatur dalam aliran Islam. Seluruh hidupnya didasarkan pada aliran Islam.
C. Proses Terbentuknya Iman
Spermatozoa dan ovum yang diproduksi dan dipertemukan atas dasar ketentuan yang digariskan aliran Allah, ialah benih yang baik. Allah menginginkan biar masakan yang dimakan berasal dari rezeki yang halalanthayyiban. Pandangan dan sikap hidup seorang ibu yang sedang hamil mempengaruhi psikis yang dikandungnya. Ibu yang mengandung tidak lepas dari efek suami, maka secara tidak eksklusif pandangan dan sikap hidup suami juga besar lengan berkuasa secara psikologis terhadap bayi yang sedang dikandung. Oleh lantaran bila seseorang menginginkan anaknya kelak menjadi mukmin yang muttaqin, maka isteri hendaknya berpandangan dan bersikap sesuai dengan yang dikehendaki Allah.
Benih iman yang dibawa semenjak dalam kandungan memerlukan pemupukan yang berkesinambungan. Benih yang unggul apabila tidak disertai pemeliharaan yang intensif, besar kemungkinan menjadi punah. Demikian pula halnya dengan benih iman. Berbagai efek terhadap seseorang akan mengarahkan iman/kepribadian seseorang, baik yang hadir dari lingkungan keluarga, masyarakat, pendidikan, maupun lingkungan termasuk benda-benda mati menyerupai cuaca, tanah, air, dan lingkungan tanaman serta fauna.
Pengaruh pendidikan keluarga secara eksklusif maupun tidak langsung, baik yang disengaja maupun tidak disengaja amat besar lengan berkuasa terhadap iman seseorang. Tingkah laris orang renta dalam rumah tangga senantiasa ialah pola dan teladan bagi anak-anak. Tingkah laris yang baik maupun yang jelek akan ditiru anak-anaknya. Jangan diharapkan anak berperilaku baik, apabila orang tuanya selalu melaksanakan perbuatan yang tercela. Dalam hal ini Nabi SAW bersabda, “Setiap anak, lahir membawa fitrah. Orang tuanya yang berperan menjadikan anak tersebut menjadi Yahudi, Nasrani, atau Majusi”.
Pada dasarnya, proses pembentukan iman juga demikian. Diawali dengan proses perkenalan, kemudian meningkat menjadi senang atau benci. Mengenal aliran Allah yaitu langkah awal dalam mencapai iman kepada Allah. Jika seseorang tidak mengenal aliran Allah, maka orang tersebut mustahil diberiman kepada Allah.
Seseorang yang menghendaki anaknya menjadi mukmin kepada Allah, maka aliran Allah harus diperkenalkan sedini mungkin sesuai dengan kemampuan anak itu dari tingkat verbal hingga tingkat pemahaman. Bagaimana seorang anak menjadi mukmin, bila kepada mereka tidak diperkenalkan al-Qur’an.
Di samping proses pengenalan, proses adaptasi juga perlu diperhatikan, lantaran tanpa pembiasaan, seseorang bisa saja tiruanla benci bermetamorfosis senang. Seorang anak harus dibiasakan untuk melaksanakan apa yang diperintahkan Allah dan menjauhi hal-hal yang dilarang-Nya, biar kelak sehabis berilmu balig cukup akal menjadi senang dan terampil dalam melaksanakan ajaran-ajaran Allah.
Berbuat sesuatu secara fisik yaitu satu bentuk tingkah laris yang mudah dilihat dan diukur. Tetapi tingkah laris tidak terdiri atas perbuatan yang tampak saja. Di dalamnya tercakup juga sikap-sikap mental yang tidak selalu mudah ditanggapi kecuali secara fisik eksklusif (misalnya, melalui ucapan atau perbuatan yang diduga sanggup menggambarkan sikap mental tersebut), bahkan secara tidak eksklusif itu adakalanya cukup susah menarikdanunik kesimpulan yang teliti. Di dalam goresan pena ini dipergunakan istilah tingkah laris dalam arti luas dan dikaitkan dengan nilai-nilai hidup, yakni seperangkat nilai yang diterima oleh insan sebagai nilai yang penting dalam kehidupan, yaitu iman. Yang dituju yaitu tingkah laris yang ialah perwujudan nilai-nilai hidup tertentu, yang disebut tingkah laris terpola.
Dalam keadaan tertentu, sifat, arah, dan intensitas tingkah laris sanggup dipengaruhi melalui campur tangan secara langsung, yakni dalam bentuk intervensi terhadap interaksi yang terjadi. Dalam hal ini dijelaskan beberap prinsip dengan mengemukakan implikasi metodologinya, yaitu:
1. Prinsip Pembinaan BerKesinambungan
Proses pembentukan iman yaitu suatu proses yang penting, terus menerus, dan tidak berkesudahan. Belajar yaitu suatu proses yang memungkinkan orang semakin usang semakin bisa bersikap selektif. Implikasinya ialah diharapkan motivasi semenjak kecil dan berlangsung seumur hidup. Oleh lantaran itu penting mengarahkan proses motivasi biar membuat tingkah laris lebih terarah dan selektif menghadapi nilai-nilai hidup yang patut diterima atau yang seharusnya ditolak.
2. Prinsip Internalisasi dan Individuasi
Suatu nilai hidup antara lain iman sanggup lebih mantap terjelma dalam bentuk tingkah laris tertentu, apabila anak didik didiberi peluang untuk menghayatinya melalui suatu insiden internalisasi (yakni perjuangan mendapatkan nilai sebagai belahan dari sikap mentalnya) dan individuasi (yakni menempatkan nilai serasi dengan sifat kepribadiannya). Melalui pengalaman penghayatan pribadi, ia bergerak menuju satu penjelmaan dan perwujudan nilai dalam diri insan secara lebih masuk akal dan “amaliah”, dibandingkan bilamana nilai itu eksklusif diperkenalkan dalam bentuk “utuh”, yakni bilamana nilai tersebut eksklusif ditanamkan kepada anak didik sebagai suatu produk final semata-mata. Prinsip ini menekankan pentingnya mempelajari iman sebagai proses (internalisasi dan individuasi). Implikasi metodologinya ialah bahwa pendekatan untuk membentuk tingkah laris yang mewujudkan nilai-nilai iman tidak sanggup spesialuntuk mengutamakan nilai-nilai itu dalam bentuk jadi, tetapi juga harus mementingkan proses dan cara pengenalan nilai hidup tersebut. Dari sudut anak didik, hal ini bahwa seyogianya anak didik menerima peluang sebaik-baiknya mengalami proses tersebut sebagai insiden pengalaman pribadi, biar melalui pengalaman-pengalaman itu terjadi kristalisasi nilai iman.
3. Prinsip Sosialisasi
Pada umumnya nilai-nilai hidup bru benar-benar mempunyai arti apabila sudah memperoleh dimensi sosial. Oleh lantaran itu suatu bentuk tingkah laris bersiklus gres teruji secara tuntas bilamana sudah diterima secara sosial. Implikasi metodologinya ialah bahwa perjuangan pembentukan tingkah laris mewujudkan nilai iman hendaknya tidak diukur keberhasilannya terbatas pada tingkat individual (yaitu spesialuntuk dengan memperhatikan kemampuan seseorang dalam kedudukannya sebagai individu), tetapi perlu mengutamakan evaluasi dalam kaitan kehidupan interaksi sosial (proses sosialisasi) orang tersebut. Pada tingkat final harus terjadi proses sosialisasi tingkah laku, sebagai kelengkapan proses individuasi, lantaran nilai iman yang diwujudkan ke dalam tingkah laris selalu mempunyai dimensi sosial.
4. Prinsip konsistensi dan koherensi
Nilai iman lebih mudah tumbuh terakselerasi, apabila semenjak tiruanla ditangani secara konsisten, yaitu secara tetap dan konsekuen, serta secara koheren, yaitu tanpa mengandung perperihalan antara nilai yang satu dengan nilai lainnya. Implikasi metodologinya yaitu bahwa perjuangan yang dikembangkan untuk mempercepat tumbuhnya tingkah laris yang mewujudkan nilai iman hendaknya selalu konsisten dan koheren. Alasannya, caranya dan konsekuensinya sanggup dihayati dalam sifat dan bentuk yang terperinci dan bersiklus serta tidak berubah-ubah tanpa arah. Pendekatan demikian berarti bahwa setiap langkah yang terlampau akan mendukung serta memperkuat langkah-langkah diberikutnya. Apabila pendekatan yang konsisten dan koheren sudah tampat, maka sanggup diharapkan bahwa proses pembentukan tingkah laris sanggup berlangsung lebih lancar dan lebih cepat, lantaran kerangka pola tingkah laris sudah tercipta.
5. Prinsip integrasi
Hakikat kehidupan sebagai totalitas, senantiasa menghadapkan setiap orang pada problematika kehidupan yang menuntut pendekatan yang luas dan menyeluruh. Jarang sekali fenomena kehidupan yang bangun sendiri. Begitu pula dengan setiap bentuk nilai hidup yang berdimensi sosial. Oleh lantaran itu tingkah laris yang dihubungkan dengan nilai iman tidak sanggup dibuat terpisah-pisah. Makin integral pendekatan seseorang terhadap kehidupan, makin fungsional pula korelasi setiap bentuk tingkah laris yang bekerjasama dengan nilai iman yang dipelajari. Implikasi metodologinya ialah biar nilai iman hendaknya sanggup dipelajari seseorang tidak sebagai ilmu dan keterampilan tingkah laris yang terpisah-pisah, tetapi melalui pendekatan yang integratif, dalam kaitan problematik kehidupan yang nyata.
D. Tanda-tanda Orang Beriman
Al-Qur’an menandakan gejala orang yang diberiman sebagai diberikut:
1. Jika disebut nama Allah, maka hatinya bergetar dan berusaha biar ilmu Allah tidak lepas dari syaraf memorinya, serta bila dibacakan ayat al-Qur’an, maka bergejolak hatinya untuk segera melaksanakannya (al-Anfal: 2). Dia akan memahami ayat yang tidak ia pahami.
2. Senantiasa tawakal, yaitu bekerja keras berdasarkan kerangka ilmu Allah, diiringi dengan doa, yaitu impian untuk tetap hidup dengan aliran Allah berdasarkan Sunnah Rasul (Ali Imran: 120, al-Maidah: 12, al-Anfal: 2, at-Taubah: 52,Ibrahim: 11, Mujadalah: 10, dan at-Taghabun:13).
3. Tertib dalam melaksanakan shalat dan selalu menjaga pelaksanaannya (al-Anfal: 3 dan al-Mu’minun: 2, 7). Bagaimanapun sibuknya, kalau sudah masuk waktu shalat, ia segera shalat untuk membina kualitas imannya.
4. Menafkahkan rezki yang diterimanya (al-Anfal: 3 dan al-Mukminun:4). Hal ini dilakukan sebagai suatu kesadaran bahwa harta yang dinafkahkan di jalan Allah ialah upaya pemerataan ekonomi, biar tidak terjadi ketimpangan antara yang kaya dengan yang miskin.
5. Menghindari perkataan yang tidak bermanfaa dan menjaga kehormatan (al-Mukminun: 3,5). Perkataan yang bermanfaa atau yang baik yaitu yang berstandar ilmu Allah, yaitu al-Qur’an berdasarkan Sunnah Rasulullah.
6. Memelihara amanah dan menepati akad (al-Mukminun: 6). Seorang mu’min tidak akan berkhianat dan ia akan selalu memegang amanah dan menepati janji.
7. Berjihad di jalan Allah dan suka menolong (al-Anfal:74). Berjihad di jalan Allah yaitu bersungguh-sungguh dalam menegakkan aliran Allah, baik dengan harta benda yang dimiliki maupun dengan nyawa.
8. Tidak meninggalkan pertemuan sebelum meminta izin (an-Nur: 62). Sikap menyerupai itu ialah salah satu sikap hidup seorang mukmin, orang yang berpandangan dengan aliran Allah berdasarkan Sunnah Rasul.
Akidah Islam sebagai keyakinan membentuk sikap bahkan mempengaruhi kehidupan seorang muslim. Abu A’la Maudadi sebut tanda orang diberiman sebagai diberikut:
1. Menjauhkan diri dari pandangan yang sempit dan picik.
2. Mempunyai kepercayaan terhadap diri sendiri dan tahu harga diri
3. Mempunyai sifat rendah hati dan khidmat
4. Senantiasa jujur dan adil
5. Tidak bersifat murung dan frustasi dalam menghadapi setiap dilema dan situasi
6. Mempunyai pendirian teguh, kesabaran, ketabahan, dan optimisme.
7. Mempunyai sifat ksatria, semangat dan berani, tidak gentar menghadapi resiko, bahkan tidak takut kepada maut.
8. Mempunyai sikap hidup tenang dan ridha.
9. Patuh, taat, dan disiplin menjalankan peraturan Ilahi.
E. Korelasi Keimanan dan Ketakwaan
Keimanan pada keesaan Allah yang dikenal dengan istilah tauhid dibagi menjadi dua, yaitu tauhid teoritis dan tauhid praktis. Tauhid teoritis yaitu tauhid yang mengulas wacana keesaan Zat, keesaan Sifat, dan keesaaan Perbuatan Tuhan. Pembahasan keesaan Zat, Sifat, dan Perbuatan Tuhan berkaitan dengan kepercayaan, pengetahuan, persepsi, dan pemikiran atau konsep wacana Tuhan. Konsekuensi logis tauhid teoritis yaitu ratifikasi yang nrimo bahwa Allah yaitu satu-satunya Wujud Mutlak, yang menjadi sumber tiruana wujud.
Adapun tauhid mudah yang disebut juga tauhid ibadah, bekerjasama dengan amal ibadah manusia. Tauhid mudah ialah terapan dari tauhid teoritis. Kalimat Laa ilaaha illallah (Tidak ada Tuhan selain Allah) lebih menekankan pengertian tauhid mudah (tauhid ibadah). Tauhid ibadah yaitu ketaatan spesialuntuk kepada Allah. melaluiataubersamaini kata lain, tidak ada yang disembah selain Allah, atau yang berhak disembah spesialuntuklah Allah semata dan menjadikan-Nya kawasan rujukan hati dan tujuan segala gerak dan langkah.
Selama ini pemahaman wacana tauhid spesialuntuklah dalam pengertian diberiman kepada Allah, Tuhan Yang Maha Esa. Mempercayai saja keesaan Zat, Sifat, dan Perbuatan Tuhan, tanpa mengucapkan dengan verbal serta tanpa mengamalkan dengan perbuatan, tidak sanggup dikatakan seorang yang sudah bertauhid secara sempurna. Dalam pandangan Islam, yang dimaksud dengan tauhid yang tepat yaitu tauhid yang tercermin dalam ibadah dan dalam perbuatan mudah kehidupan insan sehari-hari. melaluiataubersamaini kata lain, harus ada kesatuan dan keharmonisan tauhid teoritis dan tauhid mudah dalam diri dan dalam kehidupan sehari-hari secara murni dan konsekuen.
Dalam menegakkan tauhid, seseorang harus menyatukan iman dan amal, konsep dan pelaksanaan, fikiran dan perbuatan, serta teks dan konteks. melaluiataubersamaini demikian bertauhid yaitu mengesakan Tuhan dalam pengertian yakin dan percaya kepada Allah melalui pikiran, membenarkan dalam hati, mengucapkan dengan lisan, dan mengamalkan dengan perbuatan. Oleh lantaran itu seseorang gres ditetapkan diberiman dan bertakwa, apabila sudah mengucapkan kalimat tauhid dalam syahadat asyhadu allaa ilaaha illa Alah, (Aku bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah), kemudian diikuti dengan mengamalkan tiruana perintah Allah dan meninggalkan segala larangan-Nya.
F. Problematika, Tantangan, dan Resiko dalam Kehidupan Modern
Di antara problematika dalam kehidupan modern yaitu kasus sosial-budaya yang sudah established, sehingga susah sekali memperbaikinya. Berbicara wacana kasus sosial budaya berarti berbicara wacana kasus alam pikiran dan realitas hidup masyarakat. Alam pikiran bangsa Indonesia yaitu beragam (pluralistik), sehingga pergaulan hidupnya selalu dipenuhi oleh konflik baik sesama orang Islam maupun orang Islam dengan non-Islam.
Pada millenium ketiga, bangsa Indonesia dideskripsikan sebagai masyarakat yang antara satu dengan lainnya saling bermusuhan. Hal itu digambarkan oleh Ali Imran: 103, sebagai kehidupan yang terlibat dalam wujud saling bermusuhan (idz kuntum a’daa’an), yaitu suatu wujud kehidupan yang berada pada bahaya kehancuran.
Adopsi modernisme (werternisme), kendatipun tidak secara total, yang dilakukan bangsa Indonesia selama ini, sudah menempatkan bangsa Indonesia menjadi bangsa yang semi naturalis. Di sisi lain, diadopsinya idealisme juga sudah menjadikan bangsa Indonesia menjadi pengkhayal. Adanya tarik menarikdanunik antara kekuatan idealisme dan naturalisme menjadikan bangsa Indonesia bersikap tidak menentu. Oleh lantaran itu, kehidupannya selalu terombang-ambing oleh isme-isme tersebut.
Secara ekonomi bangsa Indonesia semakin tambah terpuruk. Hal ini lantaran diadopsinya sistem kapitalisme dan melahirkan korupsi besar-bemasukan. Sedangkan di bidang politik, selalu muncul konflik di antara partai dan semakin jauhnya anggota dewan legislatif dengan nilai-nilai qur’ani, lantaran pragmatis dan oportunis.
Di bidang sosial banyak muncul masalah. Berbagai tindakan kriminal sering terjadi dan pelanggaran terhadap norma-norma bisa dilakukan oleh anggota masyarakat. Lebih memprihatinkan lagi yaitu tindakan penyalahgunaan NARKOBA oleh belum dewasa sekolah, mahasiswa, serta masyarakat. Di samping itu masih terdapat beragam kasus yang dihadapi bangsa Indonesia dalam kehidupan modern.
Persoalan itu muncul, lantaran wawasan ilmunya salah, sedang ilmu ialah roh yang menggerakkan dan mewarnai budaya. Hal itu menjadi tantangan yang amat berat dan sanggup mengakibatkan tekanan kejiwaan, lantaran kalau masuk dalam kehidupan menyerupai itu, maka akan melahirkan risiko yang besar.
Untuk membebaskan bangsa Indonesia dari banyak sekali dilema di atas, perlu diadakan revolusi pandangan. Dalam kaitan ini, iman dan taqwa yang sanggup berperan menuntaskan problema dan tantangan kehidupan modern tersebut.
G. Peran Iman dan Takwa dalam Menjawa Problema dan Tantangan Kehidupan Modern
Pengaruh iman terhadap kehidupan insan sangat besar. Berikut ini dikemukakan beberapa pokok manfaat dan efek iman pada kehidupan manusia.
1. Iman Melenyapkan Kepercayaan Pada Kekuasaan Benda
Orang yang diberiman spesialuntuk percaya pada kekuatan dan kekuasaan Allah. Kalau Allah hendak mempersembahkan pertolongan, maka tidak ada satu kekuatanpun yang sanggup mencegahnya. Sebaliknya, bila Allah hendak menimpakan bencana, maka tidak ada satu kekuatanpun yang sanggup menahan dan mencegahnya. Kepercayaan dan keyakinan demikian menghilangkan sifat mendewa-dewakan insan yang kebetulan sedang memegang kekuasaan, menghilangkan kepercayaan pada kesaktian benda-benda kramat, mengikis kepercayaan pada khurat, takhyul, jampi-jampi dan sebagainya. Pegangan orang yang diberiman yaitu firman Allah surat al-Fatihah ayat 1-7 .
2. Iman menanamkan semangat berani menghadapi maut
Takut menghadapi maut mengakibatkan insan menjadi pengecut. Banyak di antara insan yang tidak berani mengemukakan kebenaran, lantaran takut menghadapi resiko. Orang yang diberiman yakin sepenuhnya bahwa final hidup di tangan Allah. Pegangan orang diberiman terkena soal hidup dan mati yaitu firman Allah dalam QS 4 (al-Nisa’):78:
“Di mana saja engkau berada, final hidup akan mendapatkan engkau kendatipun engkau di dalam benteng yang tinggi lagi kokoh“
3. Iman menanamkan sikap “self help” dalam kehidupan .
Rezeki atau mata pencaharian memegang peranan penting dalam kehidupan manusia. Banyak orang yang melepaskan pendiriannya, lantaran kepentingan penghidupannya.