Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Widget Atas Posting

Makalah Filsafat Ilmu : Pedoman Dalam Ontologi

Filsafat yakni berpikir secara radikal, sistematis, dan universal ihwal segala sesuatu. Makara yang menjadi objek pemikiran filsafat ialah segala sesuatu yang ada. Semua yang ada menjadi materi pemikirian filsafat. Namun lantaran filsafat ialah perjuangan berpikir insan secara sistematis, maka disini perlu mensistematisasikan segala sesuatu yang ada itu. Kita perlu mengklasifikasikan segala sesuatu yang ada.

BAB I PENDAHULUAN


1.1 LATAR BELAKANG MASALAH

Filsafat yakni berpikir secara radikal, sistematis, dan universal ihwal segala sesuatu. Makara yang menjadi objek pemikiran filsafat ialah segala sesuatu yang ada. Semua yang ada menjadi materi pemikirian filsafat. Namun lantaran filsafat ialah perjuangan berpikir insan secara sistematis, maka disini perlu mensistematisasikan segala sesuatu yang ada itu. Kita perlu mengklasifikasikan segala sesuatu yang ada.

Filsafat juga sanggup diartikan sebagai pemikiran / penelaahan ihwal sesuatu secara mendalam, menyeluruh dan berkesinambungan. Untuk melaksanakan pimikaran / penelahaan tersebut secara mendalam, menyeluruh dan berkesinambungan atau bisa dikatakan penelahaan tersebut dilakukan secara ontologi.

Ontologi ialah hakikat apa saja yang akan dikaji dalam filsafat pendidikan. Apakah hakikat kenyataan ini sebenar-benarnya? Adapun hakikat yang akan dikaji yaitu terkena metafisika, asumsi, peluang, beberapa perkiraan dalam ilmu, dan batas-batas penejelajahan ilmu.

1.2 RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan latar belakang diatas, maka rumusan kasus dari makalah ini yakni :
1. Apakah yang dimaksud dengan ontologi ?
2. Apa sajakah yang menjadi kasus dalam ontologi ?
3. Bagaimana bentuk fatwa dalam paham ontologi ?
4. Apakah yang menjadi belum sempurnanya dan kelebihan ilmu?

1.3 TUJUAN

Adapun tujuan dari makalah ini yaitu, bisa memahami :
1. Definisi Ontologi
2. Masalah dalam ontologi
3. Jenis fatwa Ontologi
4. Pengetahuan Ontologi serta kelemahan dan kelebihan ilmu

1.4 MANFAAT

Makalah ini dibutuhkan sanggup mempersembahkan manfaat bagi :
a. Pembaca, sebagai materi rujukan bacaan dalam memenuhi mata kuliah filsafat ilmu.
b. Penyususun, bekal dan pengetahuan dasar dalam memahami filsafat ilmu itu sendiri.


BAB II  PEMBAHASAN

A. Definisi Ontologi

Ontologi ialah cabang teori hakikat yang membicarakan hakikat sesuatu yang ada (wujud menyerupai karakteristik dasar dari seluruh realitas). Secara bahasa, kata ontologi berasal dari perkataan Yunani, yaitu : Ontos berarti being, dan Logos berarti Logic. Jadi, sanggup dikatakan ontologi yakni the theory of being qua being (teori ihwal eksistensi sebagai keberadaan) atau bisa juga ilmu ihwal yang ada (bakhtiar,2005:219).

Istilah ontologi pertama kali diperkenalkan oleh rudolf Goclenius pada tahun 1936 M, untuk menamai hakekak yang ada bersifat metafisis. Dalam perkembangannya Christian Wolf (1679-1754) dalam (bakhtiar,2005:219). membagi metafisika menjadi dua, yaitu metafisika umum dan khusus.

Metafisika umum yakni istilah lain dari ontologi. melaluiataubersamaini demikian, metafiska atau otologi yakni cabang filsafat yang mengulas ihwal prinsip yang paling dasar atau paling dalam dari segala sesuatu yang ada. Sedangkan metafisika khusus masih terbagi menjadi Kosmologi, Psikologi dan Teologi.

Ada 3 hal yang berkaitan dalam mempelajari ontologi ilmu, yaitu: Metafisika, Probabilitas dan Asumsi . Secara etimologis metafisika berasal dari kata “meta” dan “fisika” (Yunani). “meta” berarti sesudah, di belakang atau melampaui, dan “fisika”, berarti alam nyata. Kata fisik (physic) di sini sama dengan “nature”, yaitu alam. Metafisika ialah cabang dari filsafat yang mempersoalkan ihwal hakikat, yang tersimpul di belakang dunia fenomenal. Metafisika melampaui pengalaman, objeknya di luar hal yang ditangkap pancaindra.

Metafisika mempelajari manusia, namun yang menjadi objek pemikirannya bukanlah insan dengan segala aspeknya, termasuk pengalamannya yang sanggup ditangkap oleh indra. Namun metafisika mempelajari insan melampaui atau diluar fisik insan dan gejala-gejala yang dialami manusia. Metafisika mempelajari siapa manusia, apa tujuannya, dari mana asal manusia, dan untuk apa hidup di dunia ini. Jadi, metafisika mempelajari insan jauh melampaui ruang dan waktu. Begitu juga pembahasan ihwal kosmos maupun Tuhan, yang dipelajari yakni hakikatnya, di luar dunia fenomenal (dunia gejala), berdasarkan (Salam 1997:71)

Dalam perkembangannya Christian Wolf (1679-1754) dalam salam (1997:71) membagi metafisika menjadi dua, yaitu metafisika umum dan khusus. Metafisika umum yakni istilah lain dari ontologi. melaluiataubersamaini demikian, metafisika atau ontologi yakni cabang filsafat yang mengulas ihwal prinsip yang paling dasar atau paling dalam dari segala sesuatu yang ada. Sedangkan metafisika khusus masih terbagi menjadi Kosmologi, Psikologi, Teologi, dan Antropologi.

Hal lain yaitu Probabilitas atau sering disebut Peluang. Salah satu rujukan dalam mencari kebenaran, insan berpaling kepada ilmu. Hal ini dikarenakan ciri-ciri dari ilmu tersebut yang dalam proses pembentukannya sangat ketat dengan alatnya berupa metode ilmiah. Hanya saja terkadang kepercayaan insan akan sesuatu itu terlalu tinggi sehingga seperti apa yang sudah ditetapkan oleh ilmu akan membersihkan dari kekeliruan atau kesalahan. Oleh lantaran itu insan yang mempercayai ilmu tidak akan sepenuhnya menumpukan kepercayaannya terhadap apa yang ditetapkan oleh ilmu tersebut.

Hal ini menyadarkan kita bahwa suatu ilmu menyampaikan kepada kita suatu jawabanan yang berupa peluang. Yang didalamnya selain terdapat kemungkin bernilai benar juga mengandung kemungkinan yang bernilai salah. Nilai kebenarannya pun tergantung dari prosentase kebenaran yang dikandung ilmu tersebut. Sehingga ini akan menuntun kita kepada seberapa besar kepercayaan kita akan kita tumpukan pada jawabanan yang didiberikan oleh ilmu tersebut.

Hal yang berkaitan dengan ontologi selanjutnya ialah Asumsi. Ilmu mengemukakan beberapa perkiraan terkena objek empiris. Ilmu menganggap bahwa objek-objek empiris yang menjadi bidang penelaahannya memiliki sifat keragaman, memperlihatkan sifat berulang dan tiruananya jalin-menjalin secara teratur. Sesuatu insiden tidaklah terjadi secara kebetulan namun tiap insiden memiliki contoh tetap yang teratur. Bahwa hujan diawali dengan awan tebal dan langit mendung, hal ini bukanlah ialah suatu kebetulan tetapi memang polanya sudah demikian. Kejadian ini akan berulang dengan contoh yang sama. Alam ialah suatu sistem yang teratur yang tunduk kepada hukum-hukum tertentu.

Secara lebih terperinci ilmu memiliki tiga perkiraan terkena objek empiris. Asumsi pertama menganggap objek-objek tertentu memiliki keserupaan satu sama lain, umpamanya dalam hal bentuk, struktur, sifat dan sebagainya. Berdasarkan ini maka kita sanggup mengelompokkan beberapa objek yang serupa ke dalam satu golongan. Klasifikasi ialah pendekatan keilmuan yang pertama terhadap objek-objek yang ditelaahnya dan taxonomi ialah cabang keilmuan yang mula-mula sekali berkembang. Konsep ilmu yang lebih lanjut menyerupai konsep perbandingan (komparatif) dan kuantitatif spesialuntuk dimungkinkan dengan adanya taxonomi yang baik.

Asumsi yang kedua yakni anggapan bahwa suatu benda tidak mengalami perubahan dalam jangka waktu tertentu. Kegiatan keilmuan bertujuan mempelajari tingkah laris suatu objek dalam suatu keadaan tertentu. Kegiatan ini terang tidak mungkin dilakukan bila objek selalu berubah-ubah tiap waktu. Walaupun begitu tidak mungkin kita menuntut adanya kelestarian yang absolut, lantaran alam perjalanan waktu tiap benda akan mengalami perubahan. Oleh lantaran itu ilmu spesialuntuk menuntut adanya kelestarian yang relatif, artinya sifat-sifat pokok dari suatu benda tidak berubah dalam jangka waktu tertentu. Tercakup dalam pengertian ini yakni akreditasi bahwa benda-benda dalam jangka panjang akan mengalami perubahan dan jangka waktu ini tidak sama-beda untuk tiap benda.

Determinisme ialah perkiraan ilmu yang ketiga. Kita menganggap tiap tanda-tanda bukan ialah suatu insiden yang bersifat kebetulan. Tiap tanda-tanda memiliki contoh tertentu yang bersifat tetap dengan urut-urutan insiden yang sama. Namun menyerupai juga dengan perkiraan kelestarian, ilmu tidak menuntut adanya hubungan lantaran akhir yang mutlak sehingga suatu insiden tertentu harus selalu diikuti oleh suatu insiden yang lain. Ilmu tidak mengemukakan bahwa X selalu mengakibatkan Y, melainkan menyampaikan X memiliki kemungkinan (peluang) yang besar untuk mengakibatkan terjadinya Y. Determinisme dalam pengertian ilmu memiliki konotasi yang bersifat peluang (probabilistik).

B. MASALAH ONTOLOGI

Dalam kajian ontologi ada beberapa kasus yang perlu dipahami dan dicermati, yaitu :

Jumlah dan ragam
Ontologi mengulas ihwal yang ada, yang tidak terikat oleh satu perwujudan tertentu. Ontologi mengulas ihwal yang ada yang universal, menampilkan pikiran semesta universal. Ontologi berupaya mencari inti yang termuat dalam setiap kenyataan. Kenyataan itu baik dari pengalaman langsung maupun dari sejarah pemikiran muncul duduk kasus ihwal kesatuan dan kebanyakan, ihwal ketunggalan dan kegandaan, tantang keekaan dan keguakaan, ihwal kesamaan dan keberlainan. Persoalan itu ialah pertanyaan ontologi yang paling fundamental, lantaran menentukan sudut pandang pertama terkena kenyataan seutuhnya, dan mendiberikan arah utama bagi seluruh ontologi.

Perperihalan

Rasanya orang-orang harus menentukan salah satu di antara dua kemungkinan tersebut (antara kenyataan yang satu dan yang beragam), jikalau kenyataan itu bersatu, maka kiranya menjadi satu, tunggal, esa dan tidak akan menjadi banyak, ganda dan guaka. Dan demikian pula sebaliknya, jikalau jikalau kenyataan itu mengandung perbedaan. Atau sekurang-kurangnya salah satu menjadi sifat utama dan karakteristik bagi kenyataan, sedangkan sifat lainnya marupakan belum sempurnanya dan kemerosotan.

Hampiran

Untuk menolak pemecahan duduk kasus awal ini, ontologi harus menolak dari kenyataan nyata berdasarkan apa adanya. Tidak akan diusahakan menjawaban pertanyaan:”Karena apa ada suatu kenyataan?” keniscayaan mengada atau tidaknya itu tidak mungkin diuraikan secara apriori.

Adanya kenyataan diterima saja sebagai fakta, dan ontologi berusaha memutuskan batas-batas struktur-strkturnya. Analisis terkena keseluruhan kenyataan tidak akan dimulai dengan berefleksi ihwal kesadaran insan akan pertanyaan terkena mengada-pada-umumnya (I’etre, Sein, bieng). Andaikata demikian, maka akan ancaman bahwa rumusan pertanyaan pun sudah memuat belum sempurnanya. Titik awal penelitian ialah kesadaran insan terkena dirinya sendiri sebagai data. Disitulah insan paling bersahabat dengan kenyataan.

C. ALIRAN-ALIRAN DALAM FILSAFAT

Mempelajari pemahaman ontologi muncul beberapa pandangan-pandangan pokok pemikiran dalam pertanyaan yang kemudian melahirkan aliran-aliran dalam filsafat. Dari masing-masing pertanyaan menimbulkan beberapa sudut pandang terkena ontologi. Sehingga lahir lima filsafat, yaitu sebagai diberikut :

1. Monoisme : Paham ini menganggap bahwa hakikat yang berasal dari kenyataan yakni satu saja, tidak mungkin dua. Haruslah satu hakikat saja sebagai sumber yang asal, baik berupa materi maupun rohani. Paham ini terbagi menjadi dua fatwa :
a. Materialisme
Aliran ini menganggap bahwa sumber yang asal itu yakni materi, bukan rohani. Aliran ini sering disebut naturalisme. Menurutnya bahwa zat mati ialah kenyataan dan satu-satunya fakta yang spesialuntuklah materi, sedangkan jiwa atau ruh tidaklah ialah suatu kenyataan yang berdiri sendiri 
b. Idealisme
Sebagai lawan dari materialisme yang dinamakan spriritualismee. Dealisme berasal dari kata ”Ideal” yaitu suatu yang hadir dalam jiwa. Aliran ini beranggapan bahwa hakikat kenyataan yang berguaka ragam itu tiruana berasal dari ruh (sukma) atu homogen denganntya, yaitu sesuatu yang tidak terbentuk dan menempati ruag. Materi atau zat ini spesialuntuklah suatu jenis dari penjelamaan ruhani

2. Dualisme,
Aliran ini beropini bahwa benda terdiri dari dua macam hakikat sebagai asal sumbernya, yaitu hakikat materi dan ruhani, benda dan ruh, jasad dan spirit. Materi bukan muncul dari benda, sama-sama hakikat, kedua macam hakikat tersebut masing-masing bebas dan berdiri sendiri, sama-sama azali dan awet, hubungan keduanya membuat kehidupan di alam ini. Tokoh paham ini yakni Descater (1596-1650 SM) yang dianggap sebagai bapak Filosofi modern)

3. Pluralisme, paham ini beranggapan bahwa segenap macam bentuk ialah kenyataan. Pluralisme tertolak dari keseluruhan dan mengakui bahwa segenap macam bentuk itu tiruananya nyata, tokoh fatwa ini pada masa Yunani kuno yakni Anaxagoras dan Empedcoles, yang menyatakan bahwa substansi yang ada itu terbentuk dan terdiri dari empat unsur, yaitu tanah, air, api dan udara

4. Nihilisme, berasal dari bahasa Yunani yang berati nothing atau tidak ada. Istilah Nihilisme dikenal oleh Ivan Turgeniev dalam novelnya Fadhers an Children yang ditulisnya pada tahun 1862 di Rusia. Doktrin ihwal Nihilisme sesungguhnya sudah ada semenjak zaman Yunani kuno, yaitu pada pandangan Grogias (483-360 SM) yang mempersembahkan tiga proporsi ihwal realitas

5. Agnostisime, berasal dari bahasa Grik Agnostos yang berarti unknow. A artinya not, Gno artinya know. Paham ini mengingkari kesanggupan insan untuk mengetahui hakikat benda. Baik hakekat materi maupun hakekat ruhani. Timbulnya fatwa ini dikarenakan belum dapatnya orang mengenal dan bisa membuktikan secara nyata akan adanya kenyataan yang berdiri sendiri dan sanggup kita kenal. Makara paham ini terkena pengingkaran tau penyangkalan terhada kemampuan insan mengetahui hakekat benda baik materi maupun ruhani. Aliran ini menyerupai dengan skeptisisme yang beropini bahwa insan diragukan kemampuannya mengetahui hakekatnya, namun sepertinya agnotisisme lebih dari itu lantaran mengalah sama sekali.

D. KELEBIHAN DAN KEKURANGAN ILMU

Dibandingkan pengetahuan lain maka ilmu berkembangn dengan sangat cepat. Salah satu faktor utama yang mendorong perkembangan ini ialah faktor sosial dari komunikasi ilmiah yang membuat inovasi individual segera diketahui dan dikaji oleh anggota masyarakat ilmuwan lainnya. Tersedianya alat komunikasi tertulis dan komunikasi elektronik dalam bentuk majalah, buletin, jurnal, micro film, telegraf dan sebaginya sangat menunjang intensitas komunikasi ini. suatu inovasi gres dinegara yang satu segera sanggup diketahui oleh ilmuwan dinegara-negara lain.

Penemuan ini segera diteliti kebenarannya oleh kalangan ilmiah lantaran mekanisme untuk menilai kesahihan (validity) pengetahuan sama-sama sudah diketahui dan disetujui oleh seluruh kalangan ilmuwan. Percobaan ilmiah harus selalu sanggup diulang dan sekitarnya dalam pengulangan ternyata pernyataannya didukung oleh fakta maka kalangan ilmiah secara tuntas mendapatkan kebenaran pengetahuan tersebut.

Seluruh kalangan ilmiah menganggap permasalahan terkena hal tersebut sudah akhir dan ilmu mendapatkan pengetahuan gres yang diterima oleh masyarakat ilmuwan. melaluiataubersamaini demikian maka ilmu berkembang dengan pesat dalam dinamika yang dipercepat lantaran inovasi yang satu akan menelorkan penemuan-penemuan lainnya. Hipotesis yang sudah teruji kebenaranya segera menjadi teori ilmiah yang kemudian dipakai sebagai premis dalam berbagi hipotesis-hipotesis selanjutnya. Secara kumulatif maka teori ilmiah berkembang menyerupai piramida terbalik yang makin lama makin tinggi.

Ilmu juga bersifat konsisten lantaran inovasi yang satu didasarkan pada penemuan-penemaun sebelumnya. Sebenarnya hal ini tidak seluruhnya benar lantaran hingga ketika ini belum satupun dari seluruh disiplin keilmuan yang berhasil menyusun suatu teori yang konsisten dan menyeluruh. Bahkan dalam fisika, yang ialah prototipe bidag keilmuwan yang relatif paling maju, satu teoori yang mencakup beberapa aspek segenap teori fisik kita sanggup dirumuskan. Usagha untuk menyatukan teori relativitas umum, elektrodinamika, dan kuantum hingga ketika ini belum sanggup dilaksanaka. Teori ilmiah masih ialah klarifikasi yang bersifat sebagian dan tentatif sesuai dengan tahap perkembangan keilmuan yang masih sedang berjalan. Demikian juga dalam jalur perkembangan ini belum sanggup dipastikan bahwa kebenaran yang kini ditemukan dan diterima oleh kalangan ilmiah akan benar pula dimasa yang akan hadir.

Ilmu telepas dari aneka macam belum sempurnanya, sanggup mempersembahkan jawabanan positif terhadap permasalahan yang dihadapi insan pada suatu waktu tertentu. Dalam hal ini evaluasi terhadap ilmu tidaklah terletak dalam kesahihan teorinya sepanjang zaman, melainkan terletak dalam jawabanan yang didiberikannya terhadap permasalahan insan dalam tahap peradaban tertentu. Adapun fakta yang tak sanggup dipungkiri bahwa dalam kala kedua puluh ini kita memakai aneka macam ragam teknologi menyerupai mobil, pesawat terbang dan kapal laut, sebagai masukana pengangkutan kita berdasarkan pengetahuan yang kita terima kebenarannya kini ini. dikemudian hari mungkin saja ditemukan masukana pengangkutan lain yang cocok dengan peradaban pada waktu itu yang pembuatannya didasarkan atas pengetahuan gres yang akan mengusangkan pengethauna yang kini kita anggap benar.

Bagi tahap peradaban kita kini ini, maka tiruana itu tidak menjadi soal lantaran penerapan pengetahuan kedalam kasus kehidupan kita sehari-hari masih dirasakan banyak manfaatnya. Masalahnya tentunya akan lain lagi bila hal ini dihubungkan dengan pengetahuan yang bersifat mutlak. Manusia dalam menghadapi kasus yang sangat hakiki menyerupai tuhan dan kemudian tidak bisa lagi mendasarkan diri pada pernyataan-pernyataan ilmiah yang tidak berubah dari waktu kewaktu sesuai dengan perkembangan peadaban manusia.

Dalam hal ini maka ilmu Tidak sanggup mempersembahkan jalan keluar dan manusis harus berplaing kepada sumber yang lain, umpamanya agama. Ilmu tidak berwenang untuk menjwabnya, lantaran hal itu berada diluar diluar bidang sudahaannya. Secara ontologi ilmu membatasi diri spesialuntuk dalam ruang ingkup pengalaman manusia. Diluar bidang empiris bisa menyampaikan apa-apa. Sedangkan dalam batas kewenangannya ini pun, ilmu bukan tanpa cela, antara lain lantaran pancaindera insan yang jauh dari sempurna.

Walaupun demikian belum sempurnanya-belum sempurnanya ini bukan ialah alasan untuk menolak eksistensi ilmu dalam kehidupan kita. Justru ilmu ialah pengetahuan yang sudah memperlihatkan keampuhannya dalam membangun kemajuan peradaban menyerupai kita lihat kini ini. belum sempurnanya dan kelebihan ilmu harus dipakai sebagia pedoman untuk meletakkan imu ke dalam daerah yang sewajarnya. Sebab spesialuntuk dengan sifat itulah kita sanggup memanfaatkan kegunaannya seterbaik mungkin bagi kemaslahatan manusia. Dalam mengatasi segalanya harus kita sadari bahwa ilmu spesialuntuklah sekoalat itu dengan baik atau tidak. Menolak kehadiran ilmu dengan picik bearti kita menutup mata terhadap kemajuan masa kini, yang ditandai oleh kenyataan bahwa hampir tiruana aspek kehidupan modern dipengaruhi oleh produk ilmu dan teknologi. Sebaliknya dengan jalan mendewa-dewakna ilmu, kita pun gagal untuk mendapatkan pengertian terkena hakikat ilmu yang sesungguhnya.

Mereka yang sungguh-sungguh diberilmu yakni mereka yang mengetahui kelebihan dan belum sempurnanya ilmu, dan menerimanya sebagaimana adanya, mencintainya dengan kebijaksanaan, serta menjadikannya sebagai penggalan dari kepribadian dan kehidupannya. Bersama-sama pengetahuan lainnya, dan bersama pemanis kehidupan lainnya menyerupai seni dan agama, ilmu melengkapii kehidupan lainnya sepeti seni dan agama, ilmu melengkapi kehidupan dan memenuhi kebahagian kita. Tanpa kesadaran itu, maka kita spesialuntuk akan kembali kepada ketidaktahuandan kesengsaraan, menyerupai disyairkan Bryon dalam Manfred : “ bahwa pengetahuan tak membawa kita ke kebahaigan, dan ilmu tidak lebih dari sekedar bentuk lai dari ketidaktahuan.

BAB III PENUTUP

A. KESIMPULAN

Dari penjabaran diatas, penyusun menyimpulkan bahwa :
  1. Ontologi ialah cabang teori hakikat yang membicarakan hakikat sesuatu yang ada (wujud menyerupai karakteristik dasar dari seluruh realitas).
  2. Adapun kasus yang terjadi pada ontologi yaitu terkena Jumlah dan ragam, Perperihalan, Hampiran.
  3. Aliran dalam filsafat Monoisme Dualisme, Pluralisme, Nihilisme, dan Agnostisime
  4. Terdapat 3 hal yang berkaitan dalam mempelajari ontologi ilmu, yaitu: Metafisika, Probabilitas dan Asumsi
  5. Ilmu telepas dari aneka macam belum sempurnanya, sanggup mempersembahkan jawabanan positif terhadap permasalahan yang dihadapi insan pada suatu waktu tertentu. Dalam hal ini evaluasi terhadap ilmu tidaklah terletak dalam kesahihan teorinya sepanjang zaman, melainkan terletak dalam jawabanan yang didiberikannya terhadap permasalahan insan dalam tahap peradaban tertentu.

B. SARAN

Dalam penulisan makalah ini, penyusun menyadari masih terdapat banyak belum sempurnanya lantaran kurangya pengetahuan yang penyusun miliki. Maka dari itu penyusun meminta masukan dan Koreksi dalam penyempurnaan makalah ini.


DAFTAR PUSTAKA

Bakhtiar, Amsall (2005).Filsafat Ilmu.Jakarta :PT RajaGrafindo Persada
Salam,Burhanuddin (1997).logika materiil (filsafat ilmu pengetahuan ). Jakarta : Rineka Cipta
Wikipedia. (2011). “Ontologi”. http://id.wikipedia.org/wiki/Ontologi. Diakses tanggal 25 Agustus 2014
Winarto, Joko. (2011). “Ontologi”. http://edukasi.kompasiana.com/2011/04/22/ontologi/. Diakses tanggal 25 Agustus 2014.
Sumber http://irwansahaja.blogspot.co.id