Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Widget Atas Posting

Makalah Ejaan Yang Disempurnakan (Eyd)

BAB I
PENDAHULUAN

A.     Latar Belakang Masalah
Ada dua kasus yang melatari penerapan EYD sebagai salah satu kriteria kelayakan sebuah naskah. Kasus pertama yaitu terkadang tidak mampunya Pedoman EYD menjawaban beberapa kasus dalam kasus tatatulis naskah, baik dalam penerapan kata baku, istilah, tanda baca, maupun singkatan/akronim. Kasus kedua yaitu kurangnya pemahaman penulis naskah, termasuk penerjemah, terhadap EYD itu sendiri sehingga kesalahan-kesalahan elementer dalam penulisan naskah masih sering terjadi, menyerupai penerapan kata nonbaku dan penerapan tanda baca yang keliru.
Dalam kasus pertama, buku Pedoman EYD ataupun Kamus Besar Bahasa Indonesia, tidak bisa semata-mata dijadikan contoh untuk menilai kelayakan naskah, pun termasuk dijadikan satu-satunya rujukan untuk penyuntingan naskah. Karena itu, para penulis ataupun penerbit perlu mencari solusi kebahasaan yang lain dan memutuskan suatu keputusan yang ajek sebagai gaya penulisan.
Sebetulnya kasus untuk kasus pertama ini sudah usang dikaji dan alhasil muncullah gagasan membuat semacam buku pedoman gaya selingkung (house style) penerbitan dalam bahasa Indonesia. Pada awalnya gagasan ini akan dilaksanakan oleh Pusat Perbukuan Depdiknas. Akan tetapi, entah mengapa hingga kini buku pedoman gaya selingkung ini tidak pernah selesai.
B.     Rumusan Masalah
1.      Bagaimana cara penerapan EYD yang benar pada penulisan karakter dan kata?
2.      Bagaimana cara penerapan EYD yang benar pada penulisan partikel,singkatan,akronim dan angka?
3.      Bagaimana cara penerapan tanda baca yang benar sesuai dengan EYD
C.     Tujuan Makalah
1.      mengidentifikasi penerapan EYD yang benar dan baku
2.      mengidentifikasi penulisan kata yang benar sesuai dengan  EYD

D.     Manfaat Makalah
Makalah ini bermanfaa sebagai contoh pembelajaran EYD yang lebih terbaik untuk masa yang akan dating,minimal untuk materi kajian yang mengacu kepada kemajuan dimasa yang akan hadir.



























BAB II
LANDASAN TEORI DAN KAJIAN PUSTAKA

A.     Asep Syamsul M. Romli ( dosen mata kuliah bahasa jurnalistik) menerangkan tugas EYD dan penerapan EYD dalam bahasa jurnalistik. Beliau menerangkan, EYD ialah hukum tata Bahasa Indonesia yang baku. Peran EYD yakni sebagai pedoman umum bagi para pengguna Bahasa Indonesia. Siapa pun, kapan pun, dimana pun menggunakan EYD secara benar dan baik, maka harus mengacu pada EYD yang sesuai dengan Undang-Undang dan Pancasila. EYD pun mempunyai pengecualian, biasanya pada penulisan judul. EYD yang digunakan ketika ini ialah EYD yang sudah disahkan oleh 3 negara yakni Indonesia, Malaysia dan Bruneidarussalam.
B.     Ejaan yang Disempurnakan (EYD) tetap menjadi contoh bagi para penerbit yang menyadari pentingnya penerapan bahasa secara standar dalam karya atau produk berjulukan buku. Karena itu, bagi banyak penerbit, salah satu poin kriteria kelayakan naskah ialah naskah ditulis dengan bahasa Indonesia yang standar atau mengikuti pedoman EYD, terutama untuk naskah-naskah nonfiksi. Namun, dalam praktiknya, penerapan EYD tidak sepenuhnya bisa dilaksanakan oleh penerbit serta tidak tiruananya naskah ditulis dengan penerapan EYD.














BAB III
PEMBAHASAN

A.     Penggunaan EYD yang benar pada penulisan karakter dan kata
1.      Penggunaan Huruf Kapital
a.       Jabatan tidak diikuti nama orang
Dalam butir 5 Pedoman EYD ditetapkan, karakter kapital digunakan sebagai karakter pertama unsure nama jabatan dan pangkat yang diikuti nama orang tertentu, nama instansi, atau nama tempat. misal, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, Gubernur Jawa Barat, Profesor Jalaluddin Rakhmat, Sekretaris Jendral, Departemen Pendidikan Nasional. Jabatan tidak diikuti nama orang tidak menggunakan karakter kapital. misal, Menurut bupati, anggaran untuk pendidikan naik 25 % dari tahun sebelumnya.
b.      Huruf pertama nama bangsa
Dalam butir 7 ditetapkan, karakter kapital digunakan sebagai karakter pertama nama bangsa, suku bangsa, dan bahasa. misal, bangsa Indonesia, suku Sunda, bahasa Inggris.
Ditegaskan, karakter kapital tidak digunakan sebagai karakter pertama nama bangsa, suku bangsa, dan
bahasa yang digunakan bentuk dasar kata turun. misal : ke-Sunda-Sundaan,ke-Inggris-Inggrisan,ke-Batak-Batakan, meng Indonesiakan.Seharusnya : kesunda-sundaan, keinggris- inggrisan, kebatak-batakan, mengindonesiakan.
c.       Nama geografi sebagai nama jenis
Dalam butir 9 ditegaskan, karakter kapital tidak digunakan sebagai karakter pertama istilah geografi yang tidak menjadi unsur nama diri. misal, berlayar ke teluk, mandi di kali, menyebrangi selat, pergi ke arah tenggara, kacang bogor, salak bali, pisang ambon, pepaya bangkok, nanas subang, tahu sumedang, peuyeum bandung dan telur brebes.
d.      Setiap unsur bentuk ulang sempurna
Dalam butir 11 ditetapkan, karakter kapital digunakan sebagai karakter pertama setiap unsur bentuk ulang tepat yang terdapat pada nama tubuh forum pemerintah dan ketatguagaraan, serta dokumen resmi. misal, Perserikatan Bangsa-Bangsa, Yayasan Ilmu-Ilmu Sosial, Yayasan Ahli-Ahli Bedah Plastik Jawa Barat, Undang-Undang Dasar Republik Indonesia, Garis-Garis Besar Haluan Negara.
e.       Penulisan kata depan dan kata sambung
Dalam butir 12 ditetapkan, karakter kapital digunakan sebagai karakter pertama tiruana kata di dalam nama buku, majalah, surat kabar, dan judul karangan kecuali kata menyerupai di, ke, dari, dan, yang, dan untuk yang tidak terletak pada posisi awal. Biasanya digunakan pada penulisan judul cerpen, novel. misal, Harimau Tua dan Ayam Centil, Hari-Hari Penantian dalam Gua  Neraka, Kado untuk Setan, Taksi yang Menghilang.
2.      Penulisan Huruf Miring
a.       Penulisan nama buku
Pada butir 1 pedoman penulisan karakter miring ditegaskan, karakter miring dalam cetakan dipakai untuk menuliskan nama buku, majalah, dan surat kabar yang dikutip dalam tulisan. misal, Buku Jurnalistik Indonesia, Majalah Sunda Mangle, Surat Kabar Bandung Pos.
b.      Penulisan penegasan kata dan penulisan bahasa asing
Butir 2 pedoman penulisan karakter miring menyatakan, karakter miring dalam cetakan dipakai untuk menegaskan atau mengkhususkan huruf, kepingan kata, kata, atau kelompok kata.
misal, boat modeling, aeromodeling, motorsport.

c.       Penulisan kata ilmiah
Butir 3 pedoman penulisan karakter miring menegaskan, karakter miring dan cetakan digunakan untuk menuliskan kata nama ilmiah dan ungkapan gila kecuali yang sudah diubahsuaikan ejaannya. misal, royal-purple amethyst, crysacola, turqoisa, rhizopoda, lactobacillus, dsb.
3.      Penulisan Kata Turunan
a.       Gabungan kata sanggup awalan akhiran
Butir 3 pedoman kata turunan menegaskan, jikalau bentuk dasar yang berupa adonan kata mendapat awalan dan akhiran sekaligus, unsur adonan kata itu ditulis serangkai. misal, bertepuk tangan, garis bawahi, dilipatgandakan, sebar luaskan.
b.      Gabungan kata dalam kombinasi
Butir 4 pedoman penulisan kata turunan menyatakan, jikalau salah satu unsur adonan kata spesialuntuk digunakan dalam kombinasi, adonan kata itu ditulis serangkai. misal, antarkota, antarsiswa, antipornografi, antikekerasan, anti-Amerika, audiovisual, demoralisasi, dwiwarna, dwibahasa, ekasila, ekstrakulikuler, interkoneksi, intrakampus, multifungsi, pramuwisma, tunakarya, tunarungu, prasejarah, pascapguan, tridaya, rekondisi.
4.      Penulisan Gabungan Kata
a.       Penulisan adonan kata istilah khusus
Butir 2 pedoman penulisan adonan kata mengingatkan, adonan kata, termasuk istilah khusus, yang mungkin mengakibatkan kesalahan pengertian sanggup ditulis dengan tanda hubung untuk menegaskan pertalian di antara unsur yang bersangkutan. misal; alat pandang- dengar, anak-istri aku, buku sejarah-baru, mesin-hitung tangan, ibu-bapak kami.
b.       Penulisan adonan kata serangkai
Butir 3 pedoman penulisan adonan kata menegaskan, adonan kata diberikut harus ditulis serangkai. misal, acapkali, adakalanya, akhirulkalam, daripada, darmawisata, belasungkawa, dukacita, kacamata, kasatmata, mabadunga, manasuka, matahari, olahraga, padahal, peribahasa, radioaktif, saptamarga, saripati, sediakala, segitiga, sekalipun, sukacita, sukarela, sukaria, titimangsa.
B.     Penggunaan EYD yang benar pada partikel, singkatan, akronim, dan angka.
1.      PENULISAN PARTIKEL
Penulisan partikel -lah, -kah, dan –tah Pedoman EYD memutuskan ketentuan pertama menyatakan partikel -lah, -kah, dan –tah ditulis serangkai dengan kata yang menlampauinya. misal: bacalah, pulaslah, apakah,  siapakah, apatah.
a.      Penulisan partikel pun
Butir 2 tentang penulisan partikel mengingatkan, partikel pun dituliskan terpisah dari kata yang menlampauinya.
b.      Penulisan partikel per
Butir 3 tentang penulisan partikel sebut, pertikel per yang berarti mulai, demi, dan tiap ditulis terpisah dari kepingan kalimat yang menlampaui atau mengikutinya.
2.      PENULISAN SINGKATAN
Pedoman EYD menegaskan, singkatan ialah bentuk yang dipendekkan yang terdiri atas satu karakter atau lebih. Singkatan nama resmi forum pemerintah dan ketatguagaraan, tubuh atau organisasi, serta nama dokumen resmi yang terdiri atas karakter awal kata ditulis dengan karakter kapital dan tidak diikuti dengan tanda titik.


a.       Penulisan singkatan umum tiga huruf
Pedoman EYD mengingatkan, singkatan umum yang terdiri atas tiga karakter atau lebih diikuti satu tanda titik. Kaidah bahasa jurnalistik dengan tegas melarang pemakaian singkatan umum menyerupai ini dalam setiap karya jurnalistik menyerupai tajuk renacana, pojok, artikel, kolom, surat pembaca, diberita, teks foto, feature. Bahasa jurnalistik juga dengan tegas melarang penerapan singkatan jenis ini dalam judul tajuk, artikel, surat pembaca, atau judul-judul diberita.
b.      Penulisan singkatan mata uang
Pedoman EYD menegaskan, lambang kimia, singkatan satuan ukuran , takaran, timbangan, dan mata uang tidak diikuti tanda titik.
3.      PENULISAN AKRONIM
Menurut Pedoman EYD, abreviasi ialah singkatan yang berupa adonan karakter awal, adonan suku kata, ataupun adonan karakter dan suku kata dari deret kata yang diperlakukan sebagai kata.
Pertama, abreviasi nama diri berupa gabunga suku kata. Kedua, abreviasi yang bukan nama diri berupa adonan huruf.
a.       Akronim nama diri
Pedoman EYD menyatakan, abreviasi nama diri yag berupa adonan suku kata atau adonan karakter dan suku kata dari deret kata ditulis dengan karakter awal karakter kapital.
b.      Akronim bukan nama diri
Menurut Pedoman EYD, abreviasi yang bukan nama diri yang berupa adonan huruf, suku kata, ataupun adonan karakter dan suku kata dari deret kata seluruhnya ditulis dengan karakter kecil.
Sebagai catatan, Pedoman EYD mengingatkan, jikalau dianggap perlu membentuk akronim, maka harus diperhatikan dua syarat
Pertama, jumlah suku abreviasi tidakboleh melebihi jumlah suku kata yang lazim pada kata Indonesia.
Kedua, abreviasi dibuat yang sesuai dengan mengindahkan keserasian kombinasi vokal dan konsonan yang sesuai dengan pola kata Indonesia yang lazim
4.      PENULISAN ANGKA
Pedoman EYD memutuskan empat jenis penulisan angka,
Pertama, angka digunakan untuk menyatakan lambing bilangan atau nomor. Dalam goresan pena lazim digunakan angka Arab atau angka Romawi.
Kedua, angka digunakan untuk menyatakan :
(1) ukuran panjang, berat, luas, dan isi,
(2) satuan waktu,
(3) nilai uang, dan
(4) kuanitas.
Ketiga, angka lazim digunakan untuk melambangkan nomor jalan, rumah, aparkawan, atau kamar pada alamat.
Keempat, angka digunakan juga untuk menomori kepingan karangan dan ayat kitab suci.
5.      PENULISAN LAMBANG BILANGAN
Dari delapan jenis penulisan bilangan yang diatur dalam Pedoman EYD, empat diantaranya perlu dibahas disini. Ini mengingat apa yang dibolehkan dalam Pedoman EYD, belum tentu dibolehkan pula dalam bahsa jurnalistik.
a.      Penulisan lambang bilangan satu-dua kata
Pedoman EYD menetapkan, penulisan lambang bilangan yang sanggup ditetapkan dengan satu atau dua kata ditulis dengan karakter kecuali jikalau beberapa lambang bilangan digunakan secara berurutan, menyerupai dalam perincian dan pemaparan.
b.      Penulisan lambang bilangan awal kalimat
Lambang bilangan pada awal kalimat ditulis dengan huruf. Jika perlu, susunan kalimat diubah sehingga bilangan yang tidak sanggup ditetapkan dengan satu atau dua kata tidak terdapat pada awal kalimat.
c.       Penulisan lambang bilangan utuh
Angka yang menerangkan bilangan utuh yang besar sanggup dieja sebagian supaya lebih simpel dibaca. Ketentuan dalam Pedoman EYD ini sangat sejalan dengan kaidah bahasa jurnalistik yang senantiasa menuntut kesederhanaan dan kegampangan.
d.      Penulisan lambang bilangan angka-huruf
Bilangan tidak perlu ditulis dengan angka dan karakter sekaligus dalam teks kecuali didalam dokumen resmi menyerupai sertifikat dan kuitansi. (ash3).com

C.     Penggunaan Tanda Baca
1.      Tanda Titik (. )
a.      Tanda titik digunakan pada simpulan kalimat yang bukan pertanyaan atau seruan.
Misalnya: Ayahku tinggal di Solo.
               Biarlah mereka duduk di sana.
               Dia menanyakan siapa yang akan hadir.
b.      Tanda titik digunakan pada simpulan singkatan nama orang.
  Misalnya:  A. S. Kramawijaya
Muh. Yamin
c.       Tanda titik digunakan pada simpulan singkatan gelar, jabatan, pangkat, dan sapaan
Misalnya: Bc. Hk.              (Bakalaureat Hukum)
             Dr.                   (Doktor)
          
2.      Tanda Koma ( , )
a.       Tanda koma digunakan di antara unsur-unsur dalam suatu pemerincian atau pembilangan.

Misalnya: Saya membeli kertas, pena, dan tinta.
 Satu, dua, . . . tiga! 
b.      Tanda koma digunakan untuk memisahkan kalimat setara yang satu dari kalimat setara diberikutnya yang dilampaui oleh kata tetapi dan melainkan. 
Misalnya:  Saya ingin hadir, tetapi hari hujan.
                Didi bukan anak aku, melainkan anak Pak Kasim. 
3.      Tanda Titik Koma (; ) 
a.       Tanda titik koma sanggup digunakan untuk memisahkan bagian­bagian kalimat yang homogen dan setara. 
Misalnya: Malam makin larut; kami belum selesai juga. 
b.      Tanda titik koma sanggup digunakan untuk memisahkan kalimat yang setara di dalam suatu kalimat beragam sebagai pengganti kata penghubung. 
Misalnya: Ayah mengurus tanaman di kebun; ibu sibuk bekerja di dapur; adik menghafalkan nama-nama jagoan nasional; saya sendiri asyik mendengarkan siaran pilihan pendengar.

4.      Tanda Titik Dua ( : ) 
a.       Tanda titik dua digunakan pada simpulan suatu pernyataan lengkap bila diikuti rangkaian atau pemerian. 
Misalnva: Yang kita perlukan kini ialah barang yang diberikut: kursi, meja, dan lemari.
Fakultas itu mempunyai dua jurusan: Ekonorni
Umum dan Ekonomi Perusahaan. 
b.      Tanda titik dua digunakan setelah kata atau ungkapan yang memerlukan pemerian.
   Misalnya:    a.  Ketua      : Ahmad Wijaya
                     Sekretaris : S. Handayani
                     Bendahara : B. Hartawan
b. Tempat sidang    : Ruang 104
    Pengantar Acara : Bambang S.
    Hari                  : Senin
    Jam                  : 9.30 pagi 
5.      Tanda Hubung ( - ) 
a.       Tanda hubung menyambung suku-suku kata dasar yang terpisah oleh pergantian baris.
Misalnya:
... ada cara ba­-
ru juga. 
Suku kata yang terdiri atas satu karakter tidak dipenggal supaya tidakboleh terdapat satu karakter saja pada ujung baris. 
b.      Tanda hubung menyambung awalan dengan kepingan kata di belakangnya, atau akhiran dengan kepingan kata di depannya pada
Misalnya:
.. . cara gres meng­-
ukur gerah.
... cara gres me-
­ngukur kelapa.
... alat pertahan­-
an yang baru.
Akhiran -i tidak dipenggal supaya tidakboleh terdapat satu karakter saja pada awal baris.
c.       Tanda hubung menyambung unsur-unsur kata ulang.
Misalnya:  anak-anak
berulang-ulang
dibolak-balikkan
kemerah-merahan
Tanda ulang (2) spesialuntuk digunakan pada goresan pena cepat dan notula, dan tidak digunakan pada teks karangan.
6.      Tanda Pisah ( - )
a.       Tanda pisah membatasi penyisipan kata atau kalimat yang memdiberi penjelasan
  
khusus di luar bangkit kalimat. 
Misalnya: Kemerdekaan bangsa itu -aku yakin akan tercapai- diperjuangkan oleh bangsa itu sendiri. 
b.      Tanda pisah menegaskan adanya aposisi atau keterangan yang lain sehingga kalimat menjadi lebih jelas. 
Misalnya: Rangkaian inovasi ini-evolusi, teori kenisbisan, dan kini juga pembedahan atom- tidak men­gubah konsepsi kita tentang alam semesta.
7.      Tanda Elipsis ( ... )
 
a.       Tanda elipsis menggambarkan kalimat yang terputus-putus.

Misalnya: Kalau begitu ... ya, marilah kita bergerak. 
b.      Tanda elipsis menawarkan bahwa dalam suatu petikan ada bagian yang dihilangkan.
Misalnya: Sebab-sebab kemerosotan ... akan diteliti lebih lanjut.
  1. Tanda Tanya ( ? )
a.       Tanda tanya digunakan pada simpulan kalimat tanya
 Misalnya: Kapan ia berangkat?
                  Saudara tahu bukan?
b.      Tanda tanya digunakan di antara tanda kurung untuk menyatakan bagian kalimat yang disangsikan atau yang kurang sanggup dibuktikan kebenarannya.
Misalnya: la dilahirkan pada tahun 1683 (?).
Uangnya sebanyak 10 juta rupiah (?) hilang. 
  1. Tanda Seru (!) 
Tanda seru digunakan setelah ungkapan atau pernyataan yang berupa undangan atau perintah, atau yang menggambarkan kesungguhan, ketidakpercayaan, atau rasa emosi yang kuat. 
Misalnya: Alangkah seramnya insiden itu!
              Bersihkan kamar ini kini juga!
              Masakan! Sampai hati juga ia meninggalkan anak- istrinya!
              Merdeka! 
  1. Tanda Kurung (   ) 
a.       Tanda kurung mengapit perhiasan keterangan atau penjelasan. 
Misalnya: DIP (Daftar Isian Proyek) kantor itu sudah selesai. 
b.      Tanda kurung mengapit keterangan atau klarifikasi yang bukan kepingan integral pokok pembicaraan. 
Misalnya:  Sajak Tranggono yang berjudul "Ubud" (nama daerah yang populer di Bali) ditulis pada tahun 1962
c.       Tanda kurung mengapit angka atau karakter yang memerinci satu seri keterangan. Angka atau karakter itu sanggup juga diikuti oleh kurung tutup saja.
Misalnya:  Faktor-faktor produksi menyangkut kasus diberikut:
               (a) alam,
               (b) tenaga kerja, dan
               (c) modal.
Faktor-faktor produksi menyangkut kasus (a) alam, (b) tenaga kerja, dan (c) modal.  
  1. Tanda Kurung Siku ([... ]) 
a.       Tanda kurung siku mengapit huruf, kata, atau kelompok kata sebagai koreksi atau perhiasan pada kalimat atau kepingan kalimat yang ditulis orang lain. Tanda itu jadi arahan bahwa kesalahan itu memang terdapat di dalam naskah asal.         
Misalnya: Sang Sapurba men[d] engar suara gemerisik. 
b.      Tanda kurung siku mengapit keterangan dalam kalimat penjelas yang sudah bertanda kurung. 
Misalnya: (Perbedaan antara dua macam proses ini [lihat BabI] tidak dibicarakan.) 
12.  Tanda Petik ("... ") 
a.       Tanda petik mengapit petikan pribadi yang berasal dari pembicaraan, naskah, atau materi tertulis lain. Kedua pasang tanda petik itu ditulis sama tinggi di sebelah atas baris.  
Misalnya:  "Sudah siap?" tanya Awal.
              "Saya belum siap," seru Mira, "tunggu sebentar!" 
b.      Tanda petik mengapit judul syair, karangan, dan kepingan buku, apabila digunakan dalam kalimat. 
Misalnya:  Bacalah "Bola Lampu" dalam buku Dari Suatu Masa, dari Suatu Tempat
13.  Tanda Petik Tunggal ( ' ... ' ) 
a.       Tanda petik tunggal mengapit petikan yang tersusun di dalam petikan lain.       
Misalnya:  Tanya Basri, "Kaudengar suara 'kring-kring' tadi?"
               "Waktu kubuka pintu kamar depan, kudengar teriak anakku, 'Ibu, Bapak pulang',
               dan rasa letihku lenyap seketika," ujar Pak Hamdan.
b.      Tanda petik tunggal mengapit terjemahan atau klarifikasi kata atau ungkapan gila (Lihat pemakaian tanada kurung) 
Misalnya:  rate of inflation          ’laju inflasi’

14.  Tanda Ulang ( ...2 ) (angka 2 biasa) 
Tanda ulang sanggup digunakan dalam goresan pena cepat dan notula untuk menyatakan pengulangan kata dasar.           
Misalnya:  kata2
              lebih2
              sekali2 
15.  Tanda Garis Miring ( / ) 
a.       Tanda garis miring digunakan dalam penomoran kode surat
Misalnya: No. 7/PK/1973 
b.      Tanda garis miring digunakan sebagai pengganti kata dan, atau, per, atau nomor alamat. 
Misalnya:  mahasiswa/mahasiswi
              harganya Rp 15,00/lembar
              Jalan Daksinapati IV/3 
16.  Tanda Penyingkat (Apostrof) ( ' ) 
Tanda apostrof menawarkan penghilangan kepingan kata. 
Misalnya:  Ali 'kan kusurati        ('kan = akan)  Malam 'lah tiba        ('lah = sudah)


  

BAB IV
Kesimpulan
            Ejaan ialah keseluruhan peraturan bagaimana menggambarkan lambang-lambang suara ujaran dan bagaimana interrelasi antara lambang-lambang itu (pemisahannya, penggabungannya) dalam suatu bahasa. Ejaan yang disempurnakan bertujuan untuk sanggup berkomunikasi dengan bahasa indonesia yang baik dan benar. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam EYD, menyerupai :
1. Pemakaian huruf   
3. Penulisan kata

4. Pemakaian tanda baca 

Sumber http://irwansahaja.blogspot.co.id